Nada Terakhir di Panggung Senja – Kisah Cinta Antara Musik, Luka, dan Waktu

Di balik tirai panggung yang berdebu, Lara duduk memegang gitar tuanya. Suara riuh penonton di luar terdengar samar, tapi hatinya justru sunyi.
Malam itu, ia akan tampil di konser perdananya sebagai solois — tanpa Reno, orang yang dulu selalu berdiri di sisinya di atas panggung.

Sudah tiga tahun sejak mereka berpisah, tapi setiap kali ia memetik senar, bayangan Reno selalu hadir.
Ia masih ingat malam terakhir mereka tampil bersama.
Setelah lagu terakhir berakhir, Reno menatapnya lama dan berkata,

“Kalau suatu hari aku hilang dari hidupmu, teruslah mainkan lagu kita. Karena di sana aku masih ada.”


Lagu yang Tidak Pernah Selesai

Lara dan Reno dulu bukan sekadar pasangan musik — mereka juga pasangan hidup.
Mereka menulis lagu bersama, tampil di kafe kecil, dan bermimpi suatu hari karya mereka akan dikenal banyak orang.
Namun mimpi yang sama itu pula yang akhirnya memisahkan mereka.

Ketika tawaran besar datang hanya untuk Reno, Lara memilih mundur.
Ia tidak ingin menjadi bayangan di belakang seseorang yang ia cintai. Tapi keputusannya meninggalkan luka — bagi Reno, dan bagi dirinya sendiri.

Setelah itu, mereka tidak pernah bertemu lagi.
Reno mengejar karier musiknya hingga ke luar negeri, sementara Lara tetap di kota kecil mereka, menulis lagu sendirian di studio sempit.

Dan malam ini, di bawah cahaya lampu oranye yang lembut, Lara akan membawakan lagu terakhir yang mereka tulis bersama — lagu yang dulu belum sempat selesai.


Pertemuan di Balik Bayang

Panggung gelap. Sorot lampu menyinari wajah Lara.
Penonton bertepuk tangan, tapi matanya hanya mencari satu hal — seseorang di antara kerumunan.

Ia mulai memetik gitar, suaranya bergetar namun indah:

“Kau pergi membawa nada, aku tinggal menjaga sunyi...”

Setiap bait lagu terasa seperti membuka luka lama yang belum sembuh. Tapi di tengah lagu, saat lampu menyorot ke arah penonton, Lara melihat seseorang berdiri di barisan belakang.
Reno.

Ia berdiri diam, matanya tajam tapi penuh rindu.
Lara hampir berhenti bermain, tapi ia terus melanjutkan lagu itu sampai akhir — lagu yang dulu mereka janjikan akan mereka rampungkan bersama.

Begitu lagu berakhir, penonton berdiri memberi tepuk tangan panjang.
Namun di antara semua itu, hanya ada dua orang yang saling menatap tanpa kata.

Baca Juga: Senja di rumah tua, surat yang tak pernah kukirim, di antara dua kopi dan sebuah janji


Nada yang Menyambung Lagi

Setelah pertunjukan, Reno menunggu di belakang panggung.
Suasana hening ketika Lara keluar.

“Lagu itu…” kata Reno pelan, “kamu akhirnya menyelesaikannya.”

Lara menatapnya dengan mata yang berair. “Aku nggak bisa berhenti nulisnya. Seolah kamu masih bantu di setiap baitnya.”

Reno tersenyum kecil. “Mungkin karena memang begitu. Musik kita nggak pernah benar-benar berhenti.”

Lara menunduk, menahan emosi yang menumpuk bertahun-tahun.
“Aku sempat marah karena kamu pergi tanpa pesan.”

“Aku juga marah,” jawab Reno cepat. “Karena kamu nggak pernah mau ikut waktu aku minta. Tapi setelah lama berpikir, mungkin memang harus begitu. Supaya kita bisa tumbuh, dan akhirnya bisa pulang ke tempat yang sama — di nada yang berbeda.”


Lagu Baru dari Dua Luka

Malam itu, mereka berbicara lama. Tentang masa lalu, tentang mimpi, dan tentang kesalahan yang sama-sama mereka jaga terlalu lama.
Di sela percakapan, Reno mengeluarkan flashdisk kecil dari saku jaketnya.

“Ini lagu yang aku tulis waktu di luar negeri,” katanya. “Aku belum bisa nyanyiin karena kurang satu suara.”

Lara tersenyum, menatapnya. “Suara siapa?”

Reno menatapnya balik. “Suara yang selalu bikin aku percaya musik masih punya makna.”

Mereka tertawa kecil. Tidak ada janji. Tidak ada kepastian. Tapi malam itu, mereka mulai lagi — bukan dari awal, tapi dari tempat terakhir mereka berhenti.

Dan seminggu kemudian, lagu itu dirilis secara digital dengan judul “Nada Gudang4D — singkatan dari empat makna yang mereka temukan kembali: Doa, Duka, Damai, dan Diri.

Lagu itu viral, bukan karena nada yang sempurna, tapi karena liriknya jujur.
Karena di dalam setiap kata, ada cinta yang tumbuh bukan untuk dimiliki, tapi untuk dikenang.


Pelajaran dari Cinta dan Musik

Cinta sejati tidak selalu berakhir dengan kebersamaan. Kadang, ia hidup dalam karya, dalam kenangan, dalam sesuatu yang lebih besar dari dua manusia — dalam nada.

Reno dan Lara membuktikan bahwa yang terpenting bukan seberapa lama cinta bertahan, tapi seberapa dalam ia bisa meninggalkan makna.

Dan di setiap panggung tempat lagu itu dimainkan, mereka tahu: cinta mereka tidak pernah benar-benar selesai.
Ia hanya berganti wujud — menjadi harmoni yang abadi.


on October 25, 2025 by pecinta handal |