1. Januari — Tentang Awal yang Biasa
Aku masih ingat pertama kali melihatmu.
Hari itu tidak istimewa. Tidak ada pelangi, tidak ada adegan seperti di film romantis.
Hanya ruang kantor yang dingin dan bau kopi instan yang basi.
Kamu datang dengan langkah cepat, membawa tumpukan berkas di tangan.
Rambutmu sedikit berantakan, tapi matamu…
Ah, matamu seperti punya cara sendiri untuk membuatku berhenti berpikir.
Aku tidak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, tapi hari itu aku mulai ragu pada keyakinanku sendiri.
2. Februari — Tentang Percakapan dan Jarak
Hubungan kita tidak pernah resmi disebut hubungan.
Hanya dua orang yang kebetulan saling memahami di tengah rutinitas yang menjemukan.
Kita sering pulang bersama, kadang berhenti di warung pinggir jalan hanya untuk membahas hal-hal kecil — seperti cuaca, musik, atau rencana liburan yang tak pernah terjadi.
Di matamu, aku selalu melihat kesibukan yang teratur.
Sedangkan dalam diriku, ada kekacauan yang selalu menunggu disentuh.
Entah bagaimana, kamu berhasil menenangkan badai itu, bahkan tanpa berusaha.
Tapi waktu punya kebiasaannya sendiri: ia tidak pernah berhenti berjalan hanya karena dua orang sedang berusaha saling memahami.
3. Maret — Tentang Rasa yang Tak Bernama
Aku mulai menulis setiap kali rindu datang.
Bukan untuk dikirimkan kepadamu, tapi agar aku tahu rasaku masih hidup.
Setiap kata yang kutulis seolah menjadi bukti bahwa kamu nyata, meski hanya dalam pikiranku.
Aku menulis di halaman kosong yang kini penuh dengan serpihan cerita — tentang tawa kecilmu, tentang tatapanmu saat serius, tentang aroma parfummu yang selalu tertinggal di udara kantor.
Dan di antara catatan itu, aku menulis satu kalimat yang paling jujur:
“Jika mencintaimu adalah kesalahan, biarlah aku terus salah tanpa ingin benar.”
4. Mei — Tentang Pergi yang Tidak Direncanakan
Hari itu, kamu mengabarkan bahwa kamu akan pindah divisi.
Kantor berbeda, kota berbeda, bahkan waktu kerja yang tak lagi sama.
Aku tersenyum pura-pura saat mendengarnya, meski di dalam dada ada suara retak yang pelan tapi jelas.
“Doakan aku ya,” katamu.
Aku mengangguk. Tidak ada kata lain yang sanggup keluar.
Setelah kamu pergi, meja kerjamu kosong selama berminggu-minggu.
Setiap kali aku lewat, mataku masih mencari keberadaanmu — seolah kamu hanya sedang izin sebentar, dan besok akan kembali.
Namun aku tahu, tidak semua kepergian punya rencana untuk kembali.
5. Juni — Tentang Kenangan yang Tersisa
Aku masih menyimpan foto terakhir kita — bukan foto romantis, hanya swafoto biasa di depan lift sebelum kamu pindah.
Di foto itu, kamu tersenyum dengan mata yang sedikit lelah.
Dan setiap kali aku melihatnya, ada perasaan aneh: bahagia sekaligus kehilangan.
Aku juga masih menyimpan semua pesanmu.
Bahkan pesan singkat seperti “Sudah makan?” atau “Jangan lembur terus” terasa seperti surat cinta yang tak tertulis.
Kadang aku berpikir, mungkin aku terlalu berlebihan.
Tapi bukankah cinta memang selalu berlebihan bagi yang tidak bisa memilikinya?
6. September — Tentang Waktu yang Tak Menyembuhkan
Orang bilang waktu bisa menyembuhkan segalanya.
Tapi mereka tidak tahu, ada luka yang tidak ingin sembuh.
Ada rasa yang justru hidup dari ketidakhadirannya.
Sudah berbulan-bulan sejak kamu pergi, tapi bayanganmu masih ada di setiap sudut ruanganku.
Di kursi tempat kamu dulu duduk.
Di layar komputer yang dulu menampilkan presentasimu.
Bahkan di cermin kamar mandi, saat aku mencoba menatap diriku sendiri dan bertanya:
“Apakah aku benar-benar sudah melupakanmu?”
Jawabannya selalu sama. Tidak.
7. Desember — Tentang Gudang4D dan Ingatan
Beberapa waktu lalu aku menulis lagi. Kali ini bukan di buku harian, tapi di sebuah catatan digital yang kuberi judul Gudang4D.
Nama itu muncul begitu saja di kepalaku — mungkin karena aku merasa hatiku seperti gudang: penuh barang-barang lama yang tak bisa kusingkirkan.
Empat dimensi yang tersimpan di dalamnya:
-
Masa lalu yang tak bisa kuubah.
-
Masa kini yang terus kujalani meski tanpa kamu.
-
Masa depan yang belum tentu menungguku.
-
Dan harapan, yang entah kenapa, masih belum mati.
Tulisan itu kubiarkan terbuka di laptop selama berhari-hari.
Kadang kubaca ulang, kadang kusediakan ruang kosong untuk menulis kelanjutan — tapi tidak pernah kulengkapi.
Mungkin karena aku tahu, beberapa cerita memang tidak ditakdirkan untuk selesai.
8. Februari (Setahun Kemudian) — Tentang Perjumpaan yang Tak Direncanakan
Setahun kemudian, aku bertemu kamu lagi.
Tidak di kantor, tidak di tempat yang dulu.
Kita bertemu di sebuah seminar — kebetulan kamu jadi pembicara, dan aku duduk di barisan penonton paling belakang.
Kamu terlihat berbeda: lebih dewasa, lebih percaya diri.
Tapi matamu masih sama — mata yang dulu bisa membuatku lupa bicara.
Setelah acara selesai, aku memberanikan diri untuk menyapamu.
“Kamu masih sama seperti dulu,” kataku.
Kamu tertawa kecil. “Kamu juga. Masih suka menulis?”
Aku ingin menjawab, “Masih. Dan sebagian besar tulisanku tentang kamu.”
Tapi aku tidak melakukannya.
Aku hanya mengangguk, pura-pura tenang, seperti dulu — saat pertama kali menyembunyikan semua rasa di balik senyum.
9. Maret — Tentang Cinta yang Tidak Butuh Akhir
Kini aku tahu, tidak semua cinta harus diucapkan untuk bisa disebut nyata.
Ada cinta yang tumbuh diam-diam, tidak pernah terwujud, tapi tetap hidup dalam ingatan.
Dan mungkin, cinta seperti itulah yang paling murni.
Aku berhenti menunggu, tapi tidak berhenti mengingat.
Karena setiap kali menulis, namamu masih muncul di antara kalimat yang tidak pernah selesai.
10. Mei — Tentang Aku yang Akhirnya Mengerti
Aku menulis surat ini bukan untuk dikirim.
Mungkin kamu tidak akan pernah membacanya, dan itu tidak apa-apa.
Yang penting, aku sudah mengatakannya — setidaknya pada diriku sendiri.
Bahwa aku pernah mencintai seseorang yang datang tanpa rencana,
pergi tanpa alasan,
dan tinggal selamanya dalam ingatan.
Baca Juga: 777 Super Big Buildup Microgaming di Gudang4D, Starlite Fruits Microgaming di Gudang4D, Wacky Panda Microgaming di Gudang4D
Bahwa aku pernah percaya, cinta tidak perlu dimiliki agar bisa bermakna.
Dan bahwa setiap rasa, setiap kehilangan, setiap kenangan, kini sudah kutaruh rapi di satu tempat — Gudang4D, ruang rahasia di dalam hatiku yang tidak akan pernah kubuka lagi.
Penutup
Kadang aku membayangkan, jika suatu hari kamu membaca tulisan ini, mungkin kamu akan tersenyum.
Bukan karena kamu tahu aku masih mencintaimu, tapi karena kamu tahu aku akhirnya baik-baik saja.
Karena begitulah cinta yang tulus bekerja — ia tidak selalu membutuhkan balasan, hanya pemahaman.
Dan mungkin, di dunia yang penuh tergesa ini, mencintaimu diam-diam adalah cara paling tenang untuk tetap hidup.