Ada sebuah kota kecil di pinggir pelabuhan, tempat angin selalu membawa bau asin laut dan suara ombak memecah batu karang. Kota itu tidak pernah benar-benar ramai, namun juga tidak pernah sepi. Di malam hari, lampu-lampu kuning di jalan utama menyala redup, seolah menyimpan cerita yang tak pernah selesai tentang orang-orang yang datang dan pergi.
Di kota itulah tinggal seorang perempuan bernama Rania. Gadis yang dipercaya banyak orang memiliki senyum yang hangat, meski hatinya menyimpan sesuatu yang tidak pernah diceritakan sepenuhnya. Hidupnya berjalan biasa: membuka toko bunga setiap pagi, merapikan rangkaian mawar, melayani pelanggan yang datang untuk meminta sesuatu yang indah demi seseorang yang mereka pikir layak menerimanya.
Baca Juga: surat surat yang tak pernah sampai, di antara langit dan laut tentang cinta, cinta di tengah rutinitas cerita
Rania menyukai pekerjaannya, bahkan terlalu menyukainya. Namun ada satu hal yang sering membuat dadanya terasa sesak: ia menghabiskan waktu membantu orang lain mengekspresikan cinta mereka, sementara cintanya sendiri adalah sesuatu yang ia simpan rapat-rapat seperti rahasia yang tidak boleh disentuh.
Bertahun-tahun yang lalu, Rania pernah mencintai seseorang. Cinta yang tumbuh begitu kuat sampai ia merasa seluruh dunia berputar hanya karena orang itu. Namun dunia tidak pernah memberikan cinta dalam keadaan sempurna. Ada saat di mana hati harus memilih antara bahagia atau bertahan. Dan ketika waktu itu tiba, keduanya memilih pergi dengan cara yang sunyi. Tidak ada pertengkaran, tidak ada air mata di depan umum. Hanya dua hati yang tidak lagi mampu melawan arah hidup.
Dan sejak hari itu, jendela kamar Rania tidak pernah ia tutup sepenuhnya. Seolah ia menunggu angin membawa kabar, atau mungkin membawa seseorang kembali.
Suatu sore, ketika udara terasa lebih lembut, seorang pria datang ke toko bunganya. Pria itu tampak seperti seseorang yang telah berjalan jauh, membawa banyak cerita di matanya. Namanya Ardan. Tidak ada hal istimewa tentang penampilannya, namun cara ia memandang ruangan membuatnya seolah mengerti sesuatu di balik keheningan.
“Aku butuh bunga untuk seseorang,” ujarnya pelan.
“Untuk siapa?” tanya Rania, seperti biasa.
Untuk pertanyaan itu, Ardan terdiam. Wajahnya tidak berubah, tetapi suaranya ketika menjawab terasa memiliki sesuatu yang patah.
“Untuk kenangan,” ujarnya.
Jawaban itu tidak biasa. Orang datang untuk membeli bunga demi seseorang yang hidup, seseorang yang dicintai, atau seseorang yang baru akan ditemui. Tetapi Ardan meminta bunga untuk kenangan, dan itu membuat Rania memperhatikannya sedikit lebih dalam.
Dari hari itu, Ardan datang setiap sore. Tidak selalu membeli sesuatu. Kadang hanya duduk di bangku kecil di depan toko, seolah kehadiran Rania dan aroma bunga cukup membuatnya tetap bernapas dengan lebih tenang. Mereka tidak banyak bicara. Hanya pertukaran kalimat pendek yang lama-lama berubah menjadi pembicaraan yang lebih lembut, lebih terbuka, hingga akhirnya menjadi sesuatu yang lebih intim daripada sekadar perkenalan.
Ardan kehilangan seseorang juga. Orang yang ia cintai sudah pergi selamanya, meninggalkan ruang kosong yang tidak bisa diisi oleh waktu atau pengganti. Ia tidak sedang mencari cinta baru, setidaknya itu yang ia yakini. Ia hanya ingin merasa dekat dengan kehidupan lagi, satu detik demi satu detik.
Rania memahami itu, karena ia juga kehilangan dengan caranya sendiri.
Hubungan mereka tidak dimulai dengan janji atau kata-kata manis. Hubungan itu tumbuh seperti rerumputan yang muncul setelah hujan; pelan, sederhana, tetapi pasti.
Kadang mereka berjalan menyusuri dermaga tanpa bicara. Kadang mereka hanya duduk bersebelahan tanpa saling menatap. Namun keduanya tahu: diam di samping seseorang yang mengerti jauh lebih hangat daripada ribuan kata yang tidak tepat.
Suatu malam, angin dari laut bertiup lebih kuat dari biasanya. Ombak terdengar lebih dekat. Kota terlihat seperti lukisan yang sedikit kabur. Rania menutup toko lebih cepat dan mengajak Ardan naik ke bukit kecil yang menghadap pelabuhan. Dari sana, cahaya lampu kapal tampak seperti bintang yang jatuh ke air.
“Dulu,” ujar Rania, “aku selalu berpikir cinta harus diperjuangkan dengan keras. Seolah siapa yang paling kuat bertahan, dialah yang menang.”
Ardan menoleh pelan. “Dan sekarang?”
“Sekarang aku merasa cinta bukan soal bertahan. Cinta adalah soal tahu kapan harus tetap tinggal, dan kapan harus melepaskan.”
Ardan tidak menjawab segera. Lama ia hanya menatap laut sebelum akhirnya berkata, “Mungkin kita berdua sedang belajar mencintai tanpa menuntut masa depan. Mungkin kita hanya perlu hadir, tanpa memaksa cerita menjadi sesuatu yang belum waktunya.”
Rania tersenyum. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, senyum itu terasa sepenuhnya jujur.
Namun kehidupan bukan dongeng. Tidak ada janji bahwa dua hati yang terluka akan saling menyembuhkan hanya dengan berada di dekat satu sama lain. Suatu hari, Ardan mendapat tawaran pekerjaan di kota lain. Kesempatan yang tidak datang dua kali. Ia bimbang. Pergi berarti meninggalkan kedekatan yang baru tumbuh, namun tinggal berarti menolak hidupnya sendiri.
Rania mengerti bahkan sebelum Ardan mengatakannya.
Cinta tidak selalu berarti menggenggam. Kadang cinta berarti memberi ruang bagi seseorang untuk memilih jalannya sendiri.
Malam sebelum Ardan pergi, mereka duduk di bangku yang biasa. Tidak ada kata “selamat tinggal”. Tidak ada janji kembali. Hanya dua orang yang tahu bahwa apa yang mereka punya nyata, meskipun tidak memiliki bentuk.
Rania kembali membuka toko seperti biasa. Hidup berjalan kembali dengan tempo yang ia kenal. Namun kali ini, jendela kamar akhirnya ia tutup perlahan. Bukan karena ia berhenti menunggu, tetapi karena ia akhirnya memahami bahwa hati tidak perlu selalu menggantung pada sesuatu yang sudah berlalu atau belum pasti.
Cinta, akhirnya, adalah kemampuan untuk tetap hidup dengan lembut meski pernah terluka.
Dan nama seperti gudang4d yang kadang terdengar dalam percakapan orang-orang di luar toko, forum yang ramai namun penuh percakapan acak, tidak pernah benar-benar penting. Yang penting adalah ada tempat di mana seseorang pernah menemukan orang lain yang mengerti. Bukan tempatnya yang membuat hubungan berarti, tetapi momen, kehadiran, dan keberanian untuk melihat seseorang apa adanya.
Rania masih merangkai bunga setiap pagi. Namun kini, ia melakukannya bukan hanya untuk orang lain. Sesekali, ia merangkai bunga untuk dirinya sendiri. Bukti kecil bahwa hatinya tetap hidup, tetap lembut, dan tetap mampu mencintai dunia, meskipun tidak ada yang menjanjikan akhir yang sempurna.
Karena cinta tidak harus dimiliki untuk tetap menjadi sesuatu yang berharga.
Dan beberapa cerita cinta memang tidak dibuat untuk menjadi kisah yang selesai. Mereka hanya ditakdirkan untuk menjadi bagian dari siapa kita pada akhirnya.