Ada banyak kisah cinta di dunia ini. Ada yang dimulai dengan pertemuan manis, ada yang lahir dari kebetulan, dan ada pula yang tumbuh dari sebuah kebiasaan sederhana yang lama-lama menjadi kebutuhan. Namun, tidak semua kisah cinta berakhir sesuai harapan. Beberapa cinta hadir untuk mengajarkan, beberapa untuk menyembuhkan, dan ada juga cinta yang tercipta untuk dikenang selamanya.
Cerita ini tentang Raka dan Laras. Dua manusia yang pada awalnya sama sekali tidak pernah membayangkan akan saling menjadi bagian terpenting dalam hidup masing-masing. Keduanya bertemu saat sama-sama duduk di bangku perguruan tinggi, di kota yang jauh dari kampung halaman. Keduanya datang dengan mimpi, harapan, dan masa lalu yang berbeda.
Raka adalah sosok yang pendiam, tenang, dan jarang membuka diri. Ia bukan tipe yang mudah dekat dengan banyak orang. Tapi di balik sikapnya itu, ia menyimpan banyak hal yang tidak pernah ia sampaikan pada siapa pun: rasa takut kehilangan, kegagalan dalam keluarga, dan luka yang belum betul-betul sembuh. Sedangkan Laras adalah gadis yang penuh energi. Ia ceria, ramah, dan mudah berbaur dengan siapa saja. Laras adalah tipe yang hangat, yang kedatangannya selalu mampu mengubah suasana menjadi lebih hidup.
Baca Juga: musim yang tak pernah selesai cerita, langit di atas reruntuhan hati kisah, lembah kenangan kisah cinta yang hilang
Pertemuan mereka terjadi tanpa rencana. Pada suatu pagi, Raka duduk di taman kampus sambil membaca buku tebal yang sudah lama ia ingin selesaikan. Laras, yang terbiasa berlarian kecil menuju kelas karena sering bangun terlambat, tanpa sengaja menabraknya. Buku Raka jatuh, beberapa halaman terlipat, dan gelas kopi kertas yang dibawa Laras tumpah sedikit di sepatu Raka.
"Maaf banget! Aku benar-benar nggak lihat," ucap Laras panik.
Raka hanya menggeleng pelan. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat.
Meski singkat, percakapan itu menjadi pintu kecil menuju sesuatu yang lebih besar. Setelah kejadian itu, mereka mulai sering bertemu. Awalnya hanya sekadar saling menyapa, lalu larut dalam percakapan ringan, hingga akhirnya menjadi kebiasaan untuk duduk bersama di taman kampus setiap pagi.
Laras menemukan sesuatu pada Raka yang tidak ia temukan pada orang lain: ketenangan. Sedangkan Raka menemukan sesuatu pada Laras yang selama ini ia cari: keberanian untuk merasa bahagia tanpa takut kehilangan.
Namun, seperti banyak kisah cinta lainnya, hubungan mereka tidak serta-merta berjalan mudah.
Laras berasal dari keluarga yang hangat dan utuh. Ayah dan ibunya selalu memberikan dukungan dalam segala aspek hidupnya. Mereka percaya bahwa setiap orang berhak mencoba, gagal, lalu mencoba lagi. Berbeda dengan Raka yang hidup dalam keluarga yang penuh pertengkaran. Ayah dan ibunya sudah lama tidak akur. Raka tumbuh dengan pikiran bahwa cinta selalu berujung pada luka. Ia sering berkata pada dirinya sendiri bahwa lebih baik tidak mencintai daripada harus kehilangan.
Ketika perasaan di antara mereka mulai tumbuh, Raka justru mengambil langkah mundur. Ia takut. Takut bahwa jika ia memberi hatinya pada seseorang, ia akan merasakan rasa sakit yang tidak pernah ia siap untuk hadapi. Dan tanpa ia sadari, sikapnya mulai melukai Laras sedikit demi sedikit.
"Kenapa kamu berubah?" tanya Laras suatu hari di taman itu.
Raka menunduk. "Aku... takut."
"Takut apa?"
"Takut kalau semuanya akan berakhir. Takut kalau suatu hari kamu pergi. Takut kalau aku tidak cukup baik untuk kamu."
Laras menghela napas pelan. Ia tahu luka itu ada, dan ia tahu itu bukan salah Raka. Tapi di balik cintanya, ia juga manusia. Ia pun memiliki batas.
"Raka," kata Laras lembut, "cinta itu bukan tentang menjamin hasil akhirnya. Cinta itu tentang berani memulai dan menjaganya. Kalau kamu terus takut pada kemungkinan buruk, kamu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yang sedang ada di depan kamu."
Raka terdiam. Kata-kata itu menembus hati yang selama ini ia kunci rapat.
Namun, meski ia ingin berubah, tidak semua hal bisa diubah seketika. Raka butuh waktu. Dan Laras menunggu, hingga pada akhirnya ia lelah.
Laras tidak pergi untuk menemukan cinta lain. Ia hanya ingin memberi waktu pada dirinya sendiri agar tidak terus merasa tersiksa oleh jarak emosional yang Raka buat. Ia mulai mengurangi pertemuan, mencoba fokus pada diri sendiri. Dan Raka, yang tadinya takut kehilangan, untuk pertama kalinya benar-benar merasakan artinya kehilangan.
Hari-hari terasa berbeda tanpa Laras. Taman kampus yang dulu menjadi tempat paling hangat, kini terasa sepi dan hambar. Buku yang dulu sering ia baca bersama Laras, kini hanya menjadi benda yang tergeletak di meja. Ia merindukan tawa Laras, sorot matanya, kebiasaan kecilnya yang selalu memulai percakapan, dan langkahnya yang selalu tampak ringan.
Raka akhirnya memahami satu hal: mencintai seseorang tidak selalu berarti harus sempurna. Tidak harus tanpa rasa takut. Tidak harus tanpa luka. Yang terpenting adalah keberanian untuk tetap bersama meski kemungkinan sakit itu ada.
Suatu sore, Raka memberanikan diri mendatangi Laras. Ia tidak membawa bunga, tidak membawa hadiah, dan tidak membawa janji dramatis. Ia hanya membawa dirinya sendiri dan keberanian yang selama ini ia cari.
"Laras," ucap Raka pelan.
Laras menatapnya. Ada rindu di mata itu, tapi juga kehati-hatian.
"Aku tidak bisa menjanjikan bahwa aku tidak akan takut lagi," kata Raka. "Tapi aku ingin mencoba. Kalau kamu masih mau berjalan bersama aku, aku ingin kita belajar bersama. Tentang bagaimana menghadapi rasa takut itu, bukan lari darinya."
Laras tersenyum kecil. Bukan senyum kemenangan, tapi senyum lega.
"Aku tidak pernah meminta kamu untuk sempurna, Raka. Aku hanya ingin kamu ada."
Dan sejak saat itu, mereka mulai membangun semuanya dari awal. Tidak lagi terburu-buru. Tidak lagi saling menuntut berlebihan. Mereka belajar bahwa cinta bukan soal selalu bahagia, tapi soal memilih tetap tinggal meski badai datang.
Seperti sebuah perjalanan panjang, kisah cinta mereka tidak selalu mulus. Ada hari baik, ada hari buruk, ada tawa dan ada tangis. Tapi mereka berjalan bersama. Tangan saling menggenggam, hati saling menjaga.
Dalam kehidupan, banyak hal dapat hilang begitu saja. Waktu, kesempatan, bahkan orang-orang yang kita cintai. Namun, jika kita berani memperjuangkan, cinta bisa tetap bertahan. Karena cinta bukan soal siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling tulus.
Dan kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap hubungan membutuhkan keberanian. Keberanian untuk menghadapi rasa takut, keberanian untuk membuka hati lagi, dan keberanian untuk percaya bahwa meski pernah terluka, kita tetap pantas dicintai dan mencintai.
Sebagaimana kata seorang teman Raka pernah berkata saat mereka sedang berbincang, kehidupan ini penuh kejutan. Seperti saat seseorang mencari inspirasi, harapan, atau sekadar hiburan dengan membaca kisah-kisah cinta di banyak tempat, termasuk di ruang-ruang kecil internet seperti gudang4d, di mana setiap cerita menjadi pengingat bahwa cinta selalu punya ruang untuk tumbuh.
Pada akhirnya, cinta bukan tentang bagaimana cerita itu dimulai, tapi tentang bagaimana kita memilih untuk menjalaninya.