1. Kota Itu dan Perempuan Bergaun Putih
Di sebuah kota tanpa nama, di mana matahari terbit tanpa suara dan angin membawa rahasia masa lalu, aku bertemu dengan seorang perempuan bergaun putih.
Dia duduk di bangku taman yang dikelilingi pepohonan tua, menatap langit yang redup. Wajahnya pucat, tapi matanya memantulkan sesuatu yang hangat—seperti cahaya lilin di tengah gelap.
Aku tidak tahu mengapa aku mendekatinya. Hanya saja, langkahku terasa dituntun oleh sesuatu yang lebih besar dari sekadar rasa ingin tahu.
“Kau mencari sesuatu?” tanyanya tanpa menoleh.
“Mungkin. Atau mungkin aku yang sedang dicari,” jawabku.
Dia tersenyum samar.
“Semua orang yang datang ke kota ini sedang mencari sesuatu. Tapi tak semua tahu apa yang mereka cari.”
Hari itu, aku tidak menyadari bahwa pertemuan itu akan menjadi awal dari perjalanan yang mengubah segalanya—tentang cinta, kehilangan, dan makna dari sebuah kesempatan.
Sama seperti peluang yang datang di Gudang4D, segalanya di kota ini tampak acak, namun selalu mengarah pada sesuatu yang tak terduga.
2. Tentang Waktu yang Tidak Bergerak
Kota itu aneh. Matahari selalu redup, langit selalu jingga, dan jam di menara tidak pernah bergerak.
Setiap hari terasa seperti sore yang abadi, di mana bayangan tidak pernah sepenuhnya gelap, tapi juga tidak pernah terang.
Perempuan itu memperkenalkan dirinya sebagai Aluna.
Dia mengatakan bahwa setiap orang yang datang ke kota itu membawa satu hal: penyesalan.
Aku tertawa kecil waktu itu. “Kalau begitu, kota ini pasti sangat ramai.”
Dia mengangguk. “Dulu ramai. Tapi banyak yang lupa bagaimana caranya pergi.”
Kami mulai berjalan bersama melewati jalan-jalan kosong, melewati rumah tanpa penghuni, dan taman-taman yang berbunga meski tak ada musim.
Semakin lama aku bersamanya, semakin aku merasa bahwa waktu benar-benar berhenti. Tidak ada hari, tidak ada tanggal, hanya rasa tenang yang aneh, seperti hidup di antara mimpi dan kenyataan.
3. Cinta di Antara Dua Dunia
Aku jatuh cinta pada Aluna tanpa pernah tahu siapa dia sebenarnya.
Dia bukan manusia seperti aku. Ada sesuatu dalam dirinya yang terlalu abadi, terlalu sunyi. Tapi aku tidak peduli.
Kami duduk di taman setiap sore, berbicara tentang hal-hal yang tidak penting tapi terasa berarti.
“Kau tahu apa itu cinta?” tanyanya suatu kali.
“Mungkin sesuatu yang membuat waktu berhenti,” jawabku.
“Atau mungkin sesuatu yang membuat kita berani melawan waktu,” katanya pelan.
Sejak hari itu, aku mulai memperhatikan—setiap kali aku menatap matanya, langit di kota itu berubah sedikit lebih terang. Seolah cinta bisa mengubah warna dunia, meski hanya sedikit.
Namun semakin aku mencintainya, semakin aku sadar bahwa cinta kami tidak bisa berlangsung selamanya.
Kota itu bukan tempat bagi yang masih hidup.
Dan aku mulai curiga, mungkin aku sudah lama tidak termasuk di antara mereka.
4. Rahasia Kota Tanpa Nama
Suatu malam, aku mengikuti Aluna ke tepi danau. Airnya tenang, memantulkan langit jingga yang sama seperti setiap hari.
Di permukaannya, aku melihat bayangan-bayangan manusia lain—wajah-wajah samar, seperti mereka yang pernah hidup tapi tak lagi ingat bagaimana rasanya bernapas.
“Tempat ini bukan dunia, dan bukan pula akhir,” kata Aluna. “Ini hanyalah jeda. Di sinilah semua yang belum selesai menunggu kesempatan kedua.”
Aku terdiam. “Jadi aku juga… belum selesai?”
Dia mengangguk. “Kau datang ke sini karena masih ada sesuatu yang ingin kau perbaiki. Cinta, mungkin?”
Aku mencoba mengingat. Wajah seseorang muncul samar di pikiranku—seorang perempuan di dunia nyata, yang dulu kutinggalkan tanpa penjelasan.
Rasa bersalah menekan dadaku.
Mungkin benar, aku datang ke kota ini karena belum siap untuk melepaskan.
Baca Juga: cahaya di antara bayangan kisah cinta, siluet di antara kabut kisah cinta yang, nada terakhir di panggung senja kisah
5. Keputusan
Aluna menatapku malam itu dengan sorot mata yang dalam.
“Jika kau ingin pergi, kau harus memilih. Antara bertahan di sini bersamaku, atau kembali ke dunia yang telah kau tinggalkan.”
“Dan jika aku pergi, apa yang akan terjadi padamu?”
“Aku akan tetap di sini. Aku bagian dari kota ini.”
Aku tidak bisa menjawab.
Cinta yang kutemukan di tempat ini terlalu nyata untuk disebut ilusi, tapi juga terlalu sunyi untuk disebut kehidupan.
Di bawah cahaya jingga yang tak pernah padam, kami saling berdiam lama.
Lalu Aluna berkata, “Cinta sejati bukan tentang bersama selamanya, tapi tentang berani melepaskan agar yang lain bisa hidup kembali.”
Air mataku jatuh, tapi dia tersenyum lembut, seolah tahu bahwa ini adalah perpisahan yang sudah seharusnya terjadi.
6. Pulang
Ketika aku membuka mata, aku berada di ranjang rumah sakit.
Di sisiku, ada seseorang yang menggenggam tanganku erat—perempuan yang dulu kutinggalkan.
Dia menangis, dan aku hanya bisa berbisik pelan, “Maaf.”
Aku akhirnya mengerti. Kota tanpa nama itu bukan tempat nyata. Itu ruang antara hidup dan mati, tempat jiwa mencari alasan untuk kembali atau menyerah.
Dan alasan itu adalah cinta.
Aku hidup kembali bukan karena keberuntungan, tapi karena aku memilih untuk memperbaiki apa yang dulu kubiarkan hancur.
Aluna memberiku kesempatan kedua.
Di dunia nyata, aku memulai lagi—mencintai, memperbaiki, dan belajar memaafkan.
Dan di setiap malam yang tenang, aku masih melihat cahaya jingga di langit, seolah Aluna masih menjaga dari kejauhan.
Aku tahu sekarang, bahwa hidup dan cinta berjalan seperti peluang di Gudang4D: tak pernah pasti, tapi selalu memberi ruang bagi mereka yang mau mencoba lagi.