ADEGAN 1
Kafe kecil di sudut kota. Sore menjelang malam.
Hujan baru selesai turun. Jendela berkabut. Lampu kuning menggantung rendah.
Aroma kopi, pelan, lembut.
RAYA duduk di meja dekat jendela, kedua tangannya menyelimuti cangkir yang mulai kehilangan panas.
Ia tidak menunggu siapa pun, setidaknya itu yang ia yakini.
Pintu berbunyi.
Seseorang masuk.
ARVIN.
Nama yang sudah bertahun-tahun tidak disebut, tapi tidak pernah benar-benar hilang dari kepala.
Raya tidak terkejut. Tapi napasnya berubah.
Arvin juga tidak terkejut, seolah keduanya tahu waktu akan membawa mereka ke ruangan ini, entah kapan.
ARVIN
(dengan suara pelan yang masih dikenalnya)
Kamu masih suka duduk di tempat yang sama.
RAYA
(tidak menoleh dulu)
Dan kamu masih bisa menebak itu.
Arvin menarik kursi di hadapannya. Tidak bertanya apakah boleh.
Ada keheningan yang bukan dingin. Hanya keheningan orang yang pernah mengenal terlalu banyak tentang satu sama lain.
ARVIN
Kupikir kamu sudah pindah.
RAYA
Kupikir kamu tidak akan kembali.
Keduanya tersenyum kecil.
Senyum yang menyimpan semua hal yang tidak pernah selesai.
ADEGAN 2
Percakapan yang Pelan
ARVIN
Aku pulang karena pekerjaan. Hanya sementara.
RAYA
Aku tetap di sini. Aku kira kamu sudah tidak ingin mengenal kota ini lagi.
ARVIN
Aku tidak ingin mengenal masa lalunya. Tapi kota ini tidak salah.
Raya mengangguk.
Ia menatap hujan yang menetes terakhir sekali di ujung jendela.
RAYA
Saat kamu pergi dulu… aku pikir aku akan terbiasa. Tapi ternyata yang sulit bukan kehilangan seseorang, melainkan membiasakan diri hidup tanpa dia.
Arvin menunduk.
Ada banyak kata yang ingin ia ucapkan, tapi tidak ada yang benar-benar bisa menjelaskan apa yang terjadi.
ARVIN
Aku pergi karena aku tidak siap. Bukan karena aku tidak mencintai kamu.
Raya tertawa kecil.
Bukan tawa bahagia. Bukan juga tawa menyedihkan.
Lebih seperti aku sudah tahu, tapi aku harus mendengarnya dari kamu juga.
RAYA
Aku tahu. Waktu itu kita berdua terlalu muda untuk memikul sesuatu yang sebesar itu.
ARVIN
Dan sekarang?
RAYA
Sekarang kita bukan muda lagi. Tapi luka yang waktu itu kita bawa, tetap ikut tumbuh bersama umur kita.
Arvin terdiam.
ADEGAN 3
Membicarakan Hal yang Tidak Pernah Selesai
ARVIN
Apa kamu pernah jatuh cinta lagi?
Raya berpikir lama sebelum menjawab.
Jawabannya bukan ya atau tidak.
Jawabannya lebih rumit dari kedua pilihan itu.
RAYA
Aku pernah berusaha. Tapi setiap kali seseorang mendekat, aku merasa ada pintu di dalam diriku yang tetap terkunci. Bukan aku tidak mau membuka, tapi aku tidak tahu di mana kuncinya.
Baca Juga: cinta di era notifikasi tentang pesan, sunyi yang menyimpan nama sebuah cerita, di antara pilihan dan kenyataan cinta
ARVIN
Lalu kamu berhenti mencoba?
RAYA
Bukan berhenti. Aku hanya belajar hidup dengan ruang yang tetap kosong itu.
Arvin menatapnya lama.
Raya tidak menunduk. Mereka sudah cukup dewasa untuk tidak bersembunyi.
ARVIN
Aku juga mencoba. Lama sekali. Tapi setiap kali aku berpikir aku sudah siap, aku teringat cara kamu memanggil namaku. Itu terdengar seperti rumah. Dan tidak ada orang yang bisa menirunya.
RAYA
Suara itu dulu lahir dari rasa yang sederhana. Sekarang kita bicara dari tempat yang lebih jauh.
ADEGAN 4
Jarak yang Tidak Terlihat
Mereka terdiam.
Di meja lain, seseorang tertawa keras.
Di luar, kendaraan berlalu.
Dunia tetap berjalan bahkan saat dua hati sedang berhenti.
RAYA
Apa kamu datang untuk memperbaiki sesuatu?
ARVIN
Tidak. Aku datang karena aku tidak ingin pulang dengan pertanyaan yang sama seperti bertahun-tahun lalu.
RAYA
Pertanyaan seperti apa?
ARVIN
Apa aku telah meninggalkan sesuatu yang seharusnya aku perjuangkan.
Raya menunduk.
Ia menutup mata sebentar.
RAYA
Dan apa jawabannya sekarang?
ARVIN
Aku tidak tahu. Karena aku tidak tahu apakah kamu ingin diperjuangkan lagi.
Sunyi.
Sunyi yang naik perlahan, mengisi seluruh ruangan.
RAYA
Aku tidak ingin kembali ke masa yang sama.
Aku tidak ingin kita mengulangi cara kita mencintai yang lama.
Tapi… aku tidak menolak kemungkinan mengenal kamu sebagai orang yang baru.
Arvin menatapnya.
Pelan.
Hati-hati.
Seperti menyentuh sesuatu yang rapuh tapi sangat berharga.
ADEGAN 5
Ruang Baru
ARVIN
Kita mulai dari mana?
RAYA
Dari obrolan sederhana. Dari minuman yang mungkin dingin. Dari berjalan pulang yang tidak perlu diarahkan. Dari tidak tergesa memberi arti pada apa pun.
Arvin tersenyum.
Raya meminum sisa kopinya.
Tidak ada janji.
Tidak ada kesimpulan.
Hanya… kemungkinan.
ADEGAN 6
Narasi Penutup
Cinta tidak selalu kembali dengan bentuk yang sama seperti ketika ia pergi.
Terkadang ia pulang bukan untuk mengulang, tetapi untuk memberi kesempatan yang lebih tenang, lebih matang, lebih jernih.
Cinta yang dulu berapi-api kini datang sebagai cahaya kamar tidur yang lembut.
Cinta yang dulu berlari kini hanya berjalan pelan di sampingmu.
Cinta yang dulu berteriak kini berbicara dengan suara setengah berbisik.
Dan hal-hal yang tampak sepele, seperti percakapan singkat di forum yang tidak penting, ruang obrolan tanpa arah, bahkan nama seperti gudang4d yang melintas tanpa makna, kadang menjadi pintu kecil menuju kehadiran seseorang dalam hidup kita kembali.
Bukan tempatnya yang penting.
Bukan caranya yang perlu dipaksakan.
Yang penting adalah dua hati yang kini tahu:
Jika ingin tetap tinggal, tinggal saja.
Jika ingin memilih, pilih saja.
Karena cinta tidak perlu keras untuk terasa dalam.
Dan tidak perlu terburu-buru untuk menjadi benar.