Kisah yang Tak Pernah Selesai

Ada banyak cara waktu bekerja pada manusia. Kadang ia terasa begitu cepat ketika kita sedang bahagia, namun menjelma menjadi sangat lambat sewaktu kita menunggu sesuatu yang tidak pasti. Begitu juga dengan kisahku bersama Ayra.

Aku bertemu dengannya di sebuah kelas kursus menulis yang diadakan setiap Sabtu sore. Aku tidak terlalu tertarik dengan kelas itu sebenarnya. Aku datang hanya karena seorang teman mengajakku. Namun hari itu, aku melihat Ayra duduk di sudut ruangan dengan rambut sedikit berantakan, seperti baru saja berlari melawan angin. Dia sibuk menulis, bahkan sebelum kelas dimulai.

Saat itu, aku tidak tahu bahwa perempuan itu akan menjadi titik balik dalam hidupku.

Aku duduk dua meja dari tempatnya. Dari sudut ini, aku bisa mendengar ketika ia tertawa, atau sekadar menghela napas pelan saat sedang berpikir keras. Namun aku tidak langsung berani berbicara dengannya. Aku hanya memperhatikan, seperti seseorang yang takut menyentuh sesuatu yang terlalu rapuh dan indah.

Di akhir kelas, instruktur meminta kami berpasangan untuk saling mengulas tulisan masing-masing. Dan mungkin kebetulan, atau mungkin semesta memang sudah mengatur, aku dipasangkan dengan Ayra.

Baca Juga: musim yang tak pernah selesai cerita, langit di atas reruntuhan hati kisah, lembah kenangan kisah cinta yang hilang

Tulisan miliknya sederhana, tentang secangkir kopi yang selalu ia buat untuk dirinya sendiri setiap pagi. Namun di balik kesederhanaannya, ada perasaan yang dalam. Seperti ada kenangan yang tidak ingin ia ceritakan dengan jelas, tapi tetap membekas di antara setiap kalimat.

"Kamu menulisnya dengan tulus," kataku waktu itu.

Dia tersenyum kecil. "Aku hanya menulis apa yang ada di kepala."

Tapi aku tahu, ia menulis dari hati.

Setelah hari itu, kami menjadi lebih sering berbicara. Terkadang kami pergi ke taman setelah kelas berakhir, sekadar untuk duduk di bangku dan berbicara tentang hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Tentang lagu favorit, kota yang ingin dikunjungi, atau kenangan masa kecil yang terasa jauh namun hangat untuk diingat.

Aku tahu aku mulai menyukainya. Bukan cinta yang datang tiba-tiba, tapi tumbuh perlahan. Seperti biji yang jatuh ke tanah, lalu tumbuh tanpa disadari sampai akhirnya akar-akarnya sudah terlalu dalam untuk dicabut.

Suatu sore, hujan turun. Kami berdua terjebak di bawah atap halte kecil. Ayra mengusap tangannya, mencoba menghangatkan diri.

"Kamu percaya bahwa pertemuan itu tidak ada yang kebetulan?" tanyanya tiba-tiba.

"Aku tidak tahu," jawabku jujur. "Tapi setelah bertemu kamu, aku mulai mempertimbangkannya."

Dia menatapku. Tidak lama, hanya beberapa detik, tapi cukup untuk membuatku tahu bahwa aku tidak sendirian merasakan ini.

Namun seperti banyak cerita cinta di dunia, bahagia bukan berarti semuanya akan berjalan mudah.

Ayra menghilang selama beberapa minggu. Pesanku tidak dibalas, panggilanku tidak dijawab. Aku mulai berpikir macam-macam. Aku khawatir, aku menunggu, aku mencoba meyakinkan diriku bahwa semuanya baik-baik saja. Tapi hati tidak bisa dibohongi. Ada sesuatu yang salah.

Ketika akhirnya dia kembali, wajahnya tampak lelah.

"Aku ingin jujur," katanya. "Ada seseorang dalam hidupku sebelum kamu."

Aku terdiam. Aku tidak marah. Aku hanya merasa dunia tiba-tiba menjadi terlalu sepi.

"Aku pikir aku sudah selesai dengannya," lanjutnya. "Tapi ternyata aku belum benar-benar pergi."

Aku hanya mengangguk. Tidak ada kata yang pantas diucapkan saat itu.

Setelah hari itu, hubungan kami menjadi sulit. Kami masih berbicara, tapi ada jarak yang tidak terlihat. Ada kata-kata yang tidak lagi berani diucapkan. Ada rasa yang ingin dipertahankan, tapi takut untuk diperjuangkan.

Namun aku tidak pergi. Dan dia juga tidak.

Suatu malam, kami duduk di kafe kecil dekat sungai. Lampu remang, suara air mengalir, dan orang-orang yang datang dan pergi tanpa peduli dengan kisah siapa pun di sekitar.

"Aku ingin bahagia," katanya tiba-tiba.

"Aku juga," jawabku.

"Apa kita mungkin bahagia bersama?"

Pertanyaan itu menggantung di udara. Tidak ada jawaban yang langsung keluar.

Karena kebahagiaan bukan hanya soal perasaan. Ada masa lalu yang harus dilepas, ada keberanian untuk memilih, dan ada risiko terluka.

"Aku tidak tahu," kataku jujur. "Tapi aku ingin mencoba."

Dia tersenyum. Kali ini lebih hangat, lebih tenang. Seperti seseorang yang akhirnya menemukan tempat untuk beristirahat.

Sejak saat itu, kami memulai dari awal.

Tidak ada janji besar. Tidak ada rencana muluk. Yang ada hanya dua orang yang mencoba memahami satu sama lain sebaik mungkin.

Kadang aku masih melihatnya termenung, mungkin memikirkan masa lalunya. Kadang aku juga takut. Takut dia akan pergi, takut perasaanku tidak cukup kuat. Tapi bukankah semua cinta selalu penuh ketakutan?

Yang penting, kami tetap berjalan bersama.

Aku pernah menulis tentang hari itu di sebuah forum kecil bernama gudang4d. Bukan tempat khusus cerita cinta, hanya tempat orang berbagi tulisan dan pikiran. Aku menulis bukan untuk mengumumkan kisahku, tapi hanya untuk mengingat bahwa ada perasaan yang layak untuk dikenang.

Karena cinta, pada akhirnya, bukan tentang siapa yang paling cepat datang atau paling lama tinggal. Tapi siapa yang tetap memilih bertahan ketika segalanya terasa sulit.

Dan Ayra, sampai hari ini, masih duduk di sampingku, sesekali menulis di buku catatannya yang lusuh. Aku tidak tahu bagaimana akhir dari kisah ini. Mungkin nanti kami akan menghadapi badai lain. Mungkin kami akan tersesat lagi.

Tapi untuk saat ini, kami tetap di sini.

Dan itu sudah cukup.


on November 09, 2025 by pecinta handal |