“Ruang yang Pernah Kita Isi”
Tokoh:
-
ARA, perempuan awal tiga puluhan. Tenang, cerdas, menyimpan banyak diam.
-
NADIR, laki-laki awal tiga puluhan. Tegas, tapi matanya lelah, seperti menyembunyikan hal yang belum tuntas.
-
SUARA, narasi dari dalam kepala masing-masing (disampaikan melalui monolog bergantian).
Tempat:
Sebuah ruang kosong dengan satu meja, dua kursi, lampu gantung, dan layar proyektor redup di belakang yang sesekali menampilkan teks samar dari dunia digital.
Waktu tak dijelaskan — bisa hari ini, bisa sepuluh tahun lalu.
ADEGAN 1 — Kedatangan
(Lampu menyala perlahan. ARA duduk di kursi kanan, memegang cangkir tanpa isi. NADIR masuk dari sisi kiri. Mereka saling menatap. Hening.)
NADIR:
Sudah lama, ya.
ARA:
Waktu bisa membuat kita lupa seberapa lama.
Tapi ya… lama.
(Diam panjang. Jam berdetak samar.)
NADIR:
Kupikir kau tak akan datang.
ARA:
Kupikir juga begitu. Tapi ada pesan yang sulit diabaikan.
NADIR:
Pesan?
ARA:
Dari ruang lama kita. Dari akun bernama Gudang4D.
Tulisanmu muncul lagi di sana minggu lalu.
(Nadir menunduk. Cahaya proyektor memantulkan tulisan samar di layar: “Untuk ARA, yang masih aku temui di antara piksel.”)
NADIR:
Kupikir sistem sudah menutup semua arsip lama.
Ternyata ada yang lolos.
ARA:
Ternyata ada yang belum selesai.
ADEGAN 2 — Dialog yang Tertunda
(Keduanya duduk berhadapan. Hujan tipis terdengar di luar.)
ARA:
Kau tahu kenapa aku marah waktu itu?
Bukan karena kau pergi. Tapi karena kau bilang, “Aku harus menulis untuk bertahan,” seolah aku tak cukup jadi alasmu untuk bertahan hidup.
NADIR:
Aku menulis bukan karena kau tak cukup.
Aku menulis karena kalau aku berhenti, aku lenyap.
Kau tahu apa yang kulakukan setelah pergi?
ARA:
Menulis di sana. Di Gudang4D. Aku tahu.
Aku membacanya diam-diam selama tiga tahun.
NADIR:
Kau membaca?
ARA:
Ya. Setiap huruf, setiap jeda, setiap salah ejaan yang sengaja kau biarkan.
Kau menulis seperti orang yang berdoa pada mesin.
Aku membacanya seperti orang yang menunggu keajaiban dari layar.
(Hening. Suara napas terdengar berat.)
NADIR:
Dan sekarang?
ARA:
Sekarang aku di sini.
Masih ingin tahu, apakah tulisan-tulisan itu akhirnya membuatmu pulih.
NADIR:
Pulih itu kata yang rumit, Ara.
Mungkin aku tidak pulih. Aku hanya berhenti berdarah.
ADEGAN 3 — Monolog Ganda
(Lampu menyorot mereka satu per satu bergantian. Musik ambient lembut terdengar.)
SUARA ARA:
Cinta kami tidak pecah dalam satu malam. Ia retak pelan-pelan, seperti kaca yang digores dari pinggirnya.
Kami berhenti bicara, tapi tidak berhenti mengingat.
Aku belajar bahwa kenangan tidak bisa dihapus seperti file di komputer; mereka menempel di sela jari.
SUARA NADIR:
Aku menyimpan setiap percakapan di folder. Kuberi nama “Yang Tak Sempat Dikatakan.”
Ketika kehilangan datang, aku membacanya lagi dan lagi, berharap salah satu kalimat berubah.
Tapi tulisan selalu jujur — ia membekukan kesalahan selamanya.
(Cahaya berganti normal. Mereka kembali saling menatap.)
ADEGAN 4 — Ruang Digital
ARA:
Kau tahu apa yang aneh?
Di Gudang4D, ada fitur “kenangan otomatis.” Sistem mengirimkan tulisanku kembali setiap tahun pada tanggal yang sama.
Tadi pagi aku menerima pesan dariku sendiri, lima tahun lalu.
Isi pesannya: “Jika aku masih merindukanmu, artinya aku masih hidup.”
Lucu, kan?
NADIR:
Tidak lucu. Tapi nyata.
Kadang sistem lebih tahu cara mengenang daripada manusia.
ARA:
Kau ingin tahu pesanmu yang terakhir di sana?
“Jika nanti aku pulang dan tidak ada yang menungguku, biarlah tulisan ini jadi pintu.”
NADIR:
Aku menulis itu di stasiun, sebelum berangkat ke kota yang tidak pernah menerimaku sepenuhnya.
Dan sekarang aku kembali, tapi pintunya sudah berbeda.
ARA:
Tidak. Pintu itu masih di sini.
Kau hanya takut mengetuknya.
ADEGAN 5 — Pertemuan
(Mereka berdiri. Lampu semakin lembut. Proyektor menampilkan arsip digital: tumpukan tulisan berjudul “Ruang yang Pernah Kita Isi.”)
NADIR:
Apa kau masih percaya pada kita?
ARA:
Aku percaya pada proses mengingat.
Kau dan aku mungkin gagal sebagai sepasang kekasih, tapi berhasil sebagai dua orang yang tidak lupa.
NADIR:
Lalu kenapa kau datang hari ini?
ARA:
Untuk menutup, mungkin.
Atau membuka hal baru yang bukan tentang menyalahkan.
NADIR:
Aku tidak tahu apakah aku pantas dibuka lagi.
ARA:
Bukan soal pantas. Soal perlu.
Aku datang bukan untuk memulihkan yang lalu, tapi untuk memastikan bahwa kita tidak lagi bersembunyi di antara file dan kata.
(Ara berjalan ke arah proyektor, menekan tombol delete pada layar.)
ARA:
Aku akan menghapus arsip itu malam ini.
Tidak untuk melupakan, tapi supaya kita bisa menulis sesuatu yang lain — di dunia nyata.
(Nadir mendekat.)
NADIR:
Kalau kau hapus semuanya, apa yang tersisa?
ARA:
Kita. Yang masih hidup.
Yang bisa saling bicara tanpa perantara mesin.
Baca Juga: Fragmen cinta di dalam gudang4d, di antara waktu dan cinta, malam yang tidak pernah benar-benar usai
(Mereka saling menatap lama. Tidak ada pelukan, tidak ada air mata. Hanya dua orang yang akhirnya tenang.)
ADEGAN 6 — Monolog Penutup
(Lampu menyempit hanya pada wajah masing-masing. Musik berhenti. Hening.)
SUARA NADIR:
Aku belajar bahwa cinta bukan perasaan yang membakar, melainkan keputusan yang bertahan bahkan setelah nyala padam.
Dan mungkin, cinta kami tak pernah hilang — ia hanya berpindah wujud menjadi arsip, menunggu dihapus agar bisa bernapas lagi.
SUARA ARA:
Di dunia yang penuh jejak digital, keberanian sejati bukan menyimpan, melainkan berani menghapus.
Karena hanya dengan begitu kita tahu mana yang ingin tetap diingat.
(Lampu padam pelan. Layar menampilkan teks terakhir di proyektor:)
“Akun Gudang4D: Ruang yang Pernah Kita Isi — berhasil dihapus.”
EPILOG — Catatan Produksi
Naskah ini bukan hanya kisah dua orang yang berpisah.
Ia adalah alegori tentang bagaimana manusia zaman sekarang mencintai di antara arsip: pesan yang tersimpan di server, catatan yang tak pernah dikirim, tangkapan layar yang disimpan diam-diam.
“Gudang4D” di sini adalah metafora tentang memori kolektif digital — ruang tempat cinta bisa disimpan tapi jarang dilepaskan.
Pada akhirnya, seperti ARA dan NADIR, setiap orang harus memutuskan:
Apakah ingin hidup di dalam kenangan, atau keluar untuk menulis kisah baru yang belum diarsipkan?