Malam yang Tidak Pernah Benar-Benar Usai

1. Lampu Jalan dan Asap Kopi

Kota sudah sepi ketika Raka memarkir motornya di depan kafe kecil di ujung jalan Wijaya.
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, tapi lampu kafe masih menyala — cahaya kekuningan dari bohlam tua membuat bayangan di dinding tampak lembut.

Di dalam, hanya ada satu pelanggan lain.
Seorang perempuan berambut pendek, memakai jaket jeans, sibuk menulis di laptop.
Raka mengenal sosok itu bahkan sebelum sempat memastikan wajahnya.

Laras.

Tujuh tahun tidak bertemu, dan kini mereka berada di ruangan yang sama lagi — seolah waktu sedang bercanda.


2. Percakapan Pertama Setelah Bertahun-tahun

“Masih suka datang ke tempat yang buka sampai larut?” tanya Raka, mencoba terdengar santai.

Laras mengangkat kepala, sedikit terkejut.
“Raka?”
Ia tertawa kecil. “Aku kira kamu udah pindah ke luar negeri.”

“Rencana itu batal,” jawab Raka. “Seperti banyak hal lainnya.”

Laras menutup laptopnya. Di antara mereka, diam menjadi bahasa yang paling jujur.
Aroma kopi mengisi jarak yang tak terucapkan — jarak tujuh tahun, dua kehidupan yang berbeda, dan satu cinta yang tak pernah selesai.


3. Tentang Masa Lalu

Mereka pernah bersama.
Dua orang muda dengan ambisi dan ketakutan yang sama.
Raka ingin menjadi fotografer terkenal; Laras ingin menulis buku.

Namun kenyataan tidak berpihak pada cita-cita yang romantis.
Raka harus bekerja penuh waktu untuk membayar hutang keluarga.
Laras menerima tawaran magang di penerbit besar dan pindah kota.

Tidak ada pertengkaran besar, tidak ada perpisahan dramatis.
Hanya pesan singkat di tengah malam:

“Mungkin ini waktunya kita jalan masing-masing, ya.”

Dan setelah itu, senyap.


4. Malam Ini

Mereka duduk di meja paling pojok.
Hujan turun pelan di luar jendela, membiaskan lampu kota menjadi bintik-bintik cahaya.

“Gimana hidupmu sekarang?” tanya Laras.

“Masih sibuk motret acara nikahan. Lumayan, bisa bayar cicilan,” jawab Raka.
“Kamu sendiri?”
“Aku menulis. Tapi belum punya keberanian buat menerbitkan.”

Raka mengangguk. “Kamu selalu begitu. Terlalu hati-hati sama sesuatu yang kamu cintai.”

Laras tersenyum tipis. “Dan kamu selalu terlalu berani, bahkan ketika tahu bisa terluka.”

Percakapan mereka seperti permainan catur yang tidak punya tujuan: satu langkah maju, dua langkah mundur, hanya untuk memastikan bahwa mereka masih bisa bicara tanpa terbakar kenangan.


5. Tentang Cinta yang Tidak Hilang Tapi Tidak Pulang

Malam semakin larut.
Kopi mereka sudah dingin, tapi tak satu pun dari keduanya ingin beranjak.

“Lucu ya,” kata Laras pelan.
“Apa yang lucu?”
“Dulu kita pikir cinta bisa menunda segalanya. Tapi ternyata waktu nggak peduli.”

Raka menatap jendela. “Cinta nggak pernah kalah sama waktu. Cuma kalah sama pilihan.”

Laras menunduk. “Kalau gitu, berarti dulu aku memilih pergi?”
“Bukan. Kamu cuma memilih bertahan di tempat yang bisa bikin kamu tumbuh. Aku cuma belum bisa ikut tumbuh bareng kamu waktu itu.”

Diam lagi. Tapi diam kali ini hangat — bukan karena tidak tahu harus berkata apa, melainkan karena semua sudah terlalu jelas.


6. Tentang Kota yang Selalu Terjaga

Dari luar, terdengar suara mobil lewat.
Laras mengambil kamera yang tergantung di leher Raka, memainkannya sebentar.

“Kamu masih suka memotret hal-hal sepi?” tanyanya.
“Selalu. Tapi sekarang aku lebih sering memotret orang bahagia. Soalnya mereka nggak sadar kalau bahagia itu langka.”

Laras tertawa kecil. “Aku masih suka menulis tentang kehilangan. Soalnya cuma itu yang paling mudah kutemukan.”

Mereka saling memandang lama.
Dua orang yang sudah lama berpisah, tapi masih mengenali cara satu sama lain menatap dunia.


7. Tentang Gudang4D

Laras membuka laptopnya lagi, lalu memperlihatkan satu halaman tulisan.
“Aku lagi bikin blog kecil, tempat nyimpan cerita-cerita yang nggak pernah selesai. Namanya Gudang4D.”

Raka mengerutkan kening. “Nama yang aneh.”

“Biar aku jelasin,” katanya. “Gudang, karena isinya kenangan yang nggak bisa dibuang. Empat D, karena aku nulis dari empat sisi waktu: masa lalu, masa kini, masa depan, dan perasaan yang nggak pernah punya waktu sendiri.”

Raka diam. Lalu berkata pelan, “Kalau gitu, aku bisa dibilang salah satu isinya, ya?”

Laras menatapnya. “Kamu adalah bagian yang nggak pernah bisa kuhapus. Bukan karena aku masih mencintaimu, tapi karena aku sudah berdamai dengan kehilanganmu.”

Kata-kata itu menancap dalam, tapi juga menenangkan.


8. Tentang Apa yang Tidak Pernah Dikatakan

Sudah lewat tengah malam ketika mereka keluar dari kafe.
Hujan berhenti. Udara lembab menempel di kulit.

Di bawah lampu jalan, Laras mengenakan helm, bersiap pergi.
Raka berdiri di samping motornya, masih menatap jalan basah di depan.

“Ras,” panggilnya.
Laras menoleh.
“Kalau dulu waktu bisa diulang, kamu masih akan pergi?”

Laras berpikir sejenak sebelum menjawab.
“Mungkin iya. Tapi kali ini aku akan menoleh lebih lama sebelum melangkah.”

Raka mengangguk. Tidak ada lagi yang perlu dikatakan.

Mereka berdua tahu: cinta itu bukan tentang siapa yang bertahan, tapi siapa yang berani mengingat tanpa berharap.


9. Beberapa Bulan Kemudian

Raka kembali ke kafe itu sendiri.
Di meja pojok tempat mereka dulu duduk, ada tulisan kecil di bawah tatakan gelas:

“Beberapa cerita tidak berakhir, hanya berhenti di titik yang tenang.”

Ia tersenyum, menyalakan kamera, dan memotret meja itu.
Lalu di rumah, ia mengunggah fotonya ke blog Laras — Gudang4D — dengan judul: Malam yang Tidak Pernah Usai.

Tak ada deskripsi, tak ada penjelasan.
Hanya satu foto, dan keheningan yang terasa seperti pelukan.


10. Epilog — Cinta dalam Bayangan Waktu

Cinta bukan selalu tentang kembali.
Kadang cinta hanya butuh tempat untuk berhenti.
Tempat di mana dua orang bisa mengingat tanpa harus saling memiliki lagi.

Baca Juga: Tower Power Skywind di Gudang4D, Stormforged Hacksaw Gaming di Gudang4D, Time Spinners Hacksaw Gaming di Gudang4D

Bagi Raka, malam di kafe itu sudah cukup.
Ia tidak menyesal lagi, tidak juga berharap.
Ia hanya tahu, bahwa di dunia yang terus berlari, ada satu momen kecil yang tetap diam — tempat kenangan disimpan, seperti cahaya kecil di tengah kota yang tak pernah benar-benar tidur.

Tempat itu bernama Gudang4D,
dan di sanalah semua cerita cinta yang pernah hilang, akhirnya menemukan rumahnya.


on October 13, 2025 by pecinta handal |