Langit sore itu berwarna jingga, sama seperti hari-hari ketika Dira dan Raka masih sering duduk di atap rumah sambil membicarakan mimpi.
Mereka tumbuh bersama sejak kecil di kota kecil yang tenang, dan tanpa sadar, rasa di antara mereka tumbuh seperti angin yang lembut — tidak terlihat, tapi terasa.
Namun waktu, seperti biasa, punya cara memisahkan yang saling menemukan.
Raka mendapat beasiswa ke luar negeri. Dira, yang tetap tinggal untuk mengurus ibunya, hanya bisa menatap langit yang perlahan berubah tanpa Raka di bawahnya.
“Jaga dirimu, Dir. Aku nggak janji bakal balik cepat, tapi aku janji nggak akan lupa rumah,” kata Raka sebelum berangkat.
“Rumahnya masih di tempat yang sama,” jawab Dira. “Tapi langitnya nanti nggak akan sama lagi.”
Musim yang Berganti
Waktu berjalan.
Tiga tahun berlalu, dan Dira kini bekerja di sebuah kafe kecil.
Setiap sore, ketika matahari mulai turun, ia menulis catatan di blog pribadinya — Gudang4D — tempat ia menyimpan hal-hal yang tidak sempat diucapkan.
Ia menulis tentang Raka, tentang hujan yang dulu mereka kejar, tentang tawa di antara kesederhanaan.
Namun makin lama, tulisan-tulisan itu bukan lagi tentang Raka, melainkan tentang dirinya sendiri — tentang bagaimana ia belajar berdiri tanpa seseorang di sampingnya.
Sementara itu, di sisi lain dunia, Raka membaca tulisan-tulisan itu diam-diam.
Ia tahu setiap kalimat ditulis untuknya, tapi ia juga tahu Dira sedang menemukan versi terbaik dirinya.
Pertemuan yang Tak Terduga
Suatu pagi di musim hujan, bel kecil kafe berbunyi.
Dira menoleh dan hampir menjatuhkan gelas yang ia pegang.
Raka berdiri di depan pintu, basah kuyup tapi tersenyum.
“Masih suka nulis di Gudang4D?” tanyanya ringan.
Dira membeku. “Kamu… baca?”
“Setiap minggu,” jawabnya. “Kamu nggak tahu betapa tulisanmu yang bikin aku pulang.”
Mereka duduk berdua di meja pojok — meja yang dulu selalu mereka tempati.
Hujan turun di luar, dan untuk sesaat, waktu seperti kembali.
Antara Rasa dan Waktu
Percakapan mereka malam itu panjang.
Raka bercerita tentang kehidupannya di luar negeri, tentang kesepian di kota besar, dan tentang bagaimana setiap foto langit membuatnya ingat Dira.
Dira mendengarkan, tapi di dalam hatinya, ada perang kecil antara bahagia dan takut.
Raka kini berbeda. Ia bukan lagi anak lelaki yang ia kenal dulu, dan ia tahu dirinya juga telah berubah.
“Kadang aku iri,” kata Raka tiba-tiba. “Kamu bisa bertahan di sini. Aku sibuk mengejar masa depan sampai lupa rasanya punya tempat untuk pulang.”
Dira tersenyum tipis. “Mungkin karena aku nggak pernah pergi.”
Raka menatapnya dalam. “Dan kamu masih nunggu?”
Pertanyaan itu menggantung lama.
Dira menggeleng pelan. “Aku nggak nunggu kamu, Rak. Aku nunggu diriku sendiri siap kalau suatu hari kamu datang lagi.”
Langit yang Berbeda, Cinta yang Sama
Raka pulang ke luar negeri dua minggu kemudian.
Tidak ada janji untuk bersama, tidak ada kata cinta yang diucapkan. Tapi tidak ada juga air mata.
Baca Juga: Cinta di tengah asap dan lampu kota, fragmen yang tersisa di antara hari, di antara hujan dan lampu kota
Mereka berpisah dengan kedewasaan yang lahir dari luka.
Dira menatap langit sore itu — langit yang berbeda warna dari dulu, tapi tetap indah.
Ia menulis di Gudang4D:
“Dulu aku pikir cinta itu menunggu seseorang. Sekarang aku tahu, cinta itu tetap menatap langit yang sama meski berdiri di tempat yang berbeda.”
Tulisan itu menjadi viral, dibaca ribuan orang. Banyak yang merasa tersentuh, banyak yang berkata mereka menemukan diri sendiri di antara kalimatnya.
Tapi bagi Dira, tulisan itu hanyalah satu hal: ucapan selamat tinggal yang akhirnya damai.
Pelajaran dari Langit dan Cinta
Cinta sejati tidak selalu berakhir dengan bersama. Kadang, cinta adalah tentang membiarkan orang lain tumbuh, meski itu berarti kehilangan tempat mereka di sisi kita.
Dira dan Raka mengajarkan bahwa cinta yang matang bukan tentang kepemilikan, tapi tentang menghargai perjalanan masing-masing.
Gudang4D menjadi wadah bagi kenangan mereka — bukan untuk disimpan, tapi untuk dikenang tanpa luka.
Dan meski langit tak pernah lagi sama, mereka tahu: di setiap senja yang berbeda, mereka tetap melihat cahaya yang sama.