Fragmen yang Tersisa di Antara Hari – Catatan Tentang Cinta yang Tumbuh Diam-Diam

Hari ke-1: Pertemuan yang Tidak Direncanakan

Aku tidak pernah percaya pada kebetulan sebelum hari itu.
Sore menjelang malam, aku memutuskan duduk di taman kota setelah hari kerja yang panjang. Hujan baru saja reda, udara masih lembap, dan aroma tanah basah menenangkan.

Lalu seseorang duduk di bangku yang sama, hanya berjarak beberapa jengkal. Aku ingat jelas — kemeja abu-abu, rambut sedikit berantakan, dan wajah lelah tapi damai. Ia menatap langit yang mulai gelap, lalu tersenyum kecil.

Kami tidak bicara lama, hanya bertukar kalimat ringan tentang cuaca. Tapi ada sesuatu dalam caranya diam yang membuatku ingin mengenalnya lebih lama.

Aku menulis di jurnal malam itu:

“Beberapa pertemuan tidak butuh alasan. Cukup terjadi.”


Hari ke-3: Kopi dan Percakapan

Dua hari setelah itu, kami bertemu lagi — kali ini di kedai kopi kecil dekat kantor. Dunia terasa kecil ketika seseorang yang asing tiba-tiba menjadi bagian dari rutinitasmu.

Kami bicara banyak hal: pekerjaan, film, musik, dan tentang bagaimana hidup kadang terasa berat tapi tetap harus dijalani. Ia bilang, “Kita tidak harus bahagia setiap hari, tapi kita bisa belajar bersyukur setiap kali hari berakhir.”

Entah kenapa aku mencatat kalimat itu di buku catatanku.
Sore itu, ia menulis sesuatu di tisu dan menyerahkannya padaku sebelum pergi.

“Hidup bukan perlombaan, tapi perjalanan. Nikmati langkahnya.”

Sejak saat itu, aku tahu, aku ingin mengenal pikirannya lebih dalam.


Hari ke-5: Tentang Luka Lama

Kami mulai bertukar cerita pribadi.
Aku bercerita tentang hubungan yang gagal — cinta yang pernah kukira selamanya, tapi berakhir di tengah jalan. Ia hanya mendengarkan, tanpa memotong, tanpa mencoba memperbaiki. Kadang orang hanya butuh didengarkan, bukan dinasihati.

Ia pun bercerita balik: tentang kehilangan ayahnya, tentang tahun-tahun yang dihabiskan untuk menenangkan ibunya, dan tentang bagaimana ia belajar mencintai orang lain tanpa rasa takut.

Malam itu, aku menulis:

“Ada orang yang datang bukan untuk mengisi kekosongan, tapi untuk mengingatkan bahwa hati masih bisa sembuh.”


Hari ke-9: Diam yang Nyaman

Kami tidak setiap hari bertemu, tapi setiap kali kami duduk berdua, keheningan tidak pernah terasa canggung. Ia bekerja dengan laptopnya, aku dengan bukuku. Sesekali kami menatap, tersenyum, lalu kembali tenggelam dalam dunia masing-masing.

Itu cukup.
Cinta kadang tidak perlu banyak kata.

Aku mulai memahami bahwa rasa nyaman tidak selalu berarti harus dimiliki. Kadang cukup disyukuri, selagi masih ada.


Hari ke-14: Dunia Digital dan Sebuah Inspirasi

Hari ini ia mengirim pesan singkat berisi tautan artikel dari Gudang4D.
Artikel itu membahas tentang keberuntungan yang sering datang kepada mereka yang tetap tulus di tengah kesulitan. Tentang bagaimana setiap kebaikan yang dilakukan dengan hati jujur akan selalu kembali, entah kapan.

Ia menulis di pesannya:

“Kamu suka menulis. Artikel ini mungkin bisa jadi bahan inspirasimu.”

Aku membacanya pelan-pelan, dan aku tahu ia mengirimkannya bukan hanya sebagai motivasi, tapi juga sebagai cermin dirinya sendiri. Ia hidup dengan prinsip yang sama — sederhana, tapi penuh keyakinan.

Aku menulis di jurnal malam ini:

“Mungkin keberuntungan bukan soal mendapat lebih banyak, tapi soal bertemu orang yang membuat kita menjadi versi terbaik dari diri sendiri.”


Hari ke-20: Tanda-Tanda Kecil

Setiap pertemuan punya pola yang tidak kita sadari.
Ia selalu datang dengan dua cangkir kopi, satu tanpa gula untukku, satu dengan sedikit susu untuknya. Ia tahu aku tidak suka manis, tapi ia juga tahu aku suka aroma kopi yang kuat.

Kami tidak pernah saling bertanya, tapi selalu tahu kapan seseorang sedang tidak baik-baik saja. Ada hari-hari ketika kami hanya duduk dalam diam, tapi kehadirannya sudah cukup untuk menenangkan pikiranku yang berisik.

Aku mulai takut — bukan takut kehilangan, tapi takut merasa terlalu nyaman dengan sesuatu yang belum tentu abadi.


Hari ke-28: Saat Semua Berubah

Hari ini ia memberitahuku bahwa ia akan pergi ke luar negeri selama beberapa bulan. Proyek besar, katanya. Aku mencoba tersenyum dan bilang aku bangga padanya. Tapi di dalam hati, aku merasa sesuatu runtuh perlahan.

Sore itu, kami berjalan di tepi sungai. Hujan gerimis, udara dingin. Ia menatapku dan berkata:

“Kalau nanti kamu rindu, jangan lawan. Rasa rindu itu bukti bahwa sesuatu pernah benar-benar berarti.”

Aku tidak bisa menjawab. Aku hanya mengangguk.

Malamnya, aku menulis:

“Ada perpisahan yang tidak butuh air mata, karena hati sudah tahu — beberapa orang hanya datang untuk singgah, bukan tinggal.”


Hari ke-37: Tanpa Pesan

Sudah lebih dari seminggu sejak terakhir kali aku mendengar kabar darinya. Aku tidak marah, tidak kecewa. Aku hanya... kosong.
Kadang aku membaca ulang pesan-pesannya. Kadang aku membuka halaman artikel Gudang4D yang dulu ia kirim, hanya untuk merasa sedikit dekat dengannya.

Setiap kalimat di artikel itu kini terasa seperti pesan tersembunyi. Tentang keberanian, tentang kesabaran, tentang cinta yang tidak selalu harus dimiliki.

Aku sadar, mungkin ini bukan tentang kehilangan seseorang. Ini tentang menemukan diriku sendiri melalui seseorang.


Hari ke-60: Aku Baik-Baik Saja

Hari ini aku menulis dengan hati yang lebih ringan. Aku mulai bekerja lagi dengan semangat baru, menulis lebih banyak, membaca lebih sering, dan menikmati waktu tanpa menunggu pesan masuk.

Aku tidak tahu apakah ia akan kembali. Tapi aku tahu, kehadirannya meninggalkan sesuatu yang tidak bisa hilang: keyakinan bahwa cinta sejati tidak selalu tentang bersama, melainkan tentang siapa yang mengubah kita menjadi lebih baik.

Baca Juga: Break Bones Hacksaw Gaming di Gudang4D, Misteri Buku Waktu di Gudang4D, Keanggunan Sang Ratu Malam di Gudang4D

Di halaman terakhir jurnal ini, aku menulis satu kalimat penutup:

“Cinta tidak harus dimiliki untuk berarti. Kadang cukup dikenang untuk membuat kita terus hidup.”


Epilog

Hujan turun malam ini, seperti malam pertama kali kami bertemu. Aku duduk di tempat yang sama, menatap langit yang sama, tapi tanpa perasaan kehilangan. Karena kali ini, aku tahu: setiap orang yang datang membawa pelajaran.

Dan mungkin, cinta adalah keberuntungan kecil yang diberikan semesta — seperti filosofi yang sering kubaca di Gudang4D, bahwa hal baik selalu datang kepada mereka yang tulus menjalani hari.

Aku menutup jurnal ini dengan senyum.
Bukan karena cerita ini berakhir bahagia, tapi karena akhirnya aku belajar:

“Beberapa kisah tidak perlu selesai untuk menjadi indah.”


on October 14, 2025 by pecinta handal |