Dalam Diam yang Sama: Cinta yang Kembali Pulang Bersama Gudang4D

Hujan turun deras malam itu.
Jalanan Jakarta tampak berkilau di bawah cahaya lampu mobil yang berlari terburu-buru.
Di sebuah kafe kecil di bilangan Senopati, perempuan itu duduk sendirian di pojok ruangan, menatap cangkir kopi yang sudah dingin. Namanya Kirana, 33 tahun, bekerja sebagai editor di sebuah rumah penerbitan.
Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan kelelahan yang panjang — seperti seseorang yang sudah terlalu lama berusaha terlihat baik-baik saja.

Kirana tidak sedang menunggu siapa pun. Tapi malam itu, takdir memutuskan untuk bercanda.
Karena ketika pintu kafe terbuka, dan suara bel kecil berbunyi, seorang pria masuk dengan jaket hitam dan mata yang tak asing — Rafa, mantan kekasihnya tujuh tahun lalu.


I. Tatapan Pertama Setelah Bertahun-Bertahun

Rafa tampak berbeda. Rambutnya lebih pendek, wajahnya lebih matang, tapi senyumnya masih sama — hangat dan menenangkan.
Mereka sempat saling pandang. Tidak ada kata, hanya jeda panjang yang menggantung di udara.

“Masih suka kopi hitam tanpa gula?” tanya Rafa, akhirnya.
Kirana mengangguk pelan. “Dan kamu masih suka datang terlambat.”

Mereka tertawa kecil. Suasana yang tadinya canggung perlahan mencair.
Rafa duduk di kursi seberang, dan tiba-tiba dunia di luar kafe seolah berhenti berputar.


II. Masa Lalu yang Belum Selesai

Tujuh tahun lalu, mereka pernah berencana menikah. Tapi hidup, seperti biasa, punya cara kejam untuk mengubah segalanya.
Kirana mendapat tawaran kerja di luar negeri, sementara Rafa masih membangun karier musiknya di Jakarta.
Mereka mencoba bertahan jarak jauh, namun jarak akhirnya menang.

Tidak ada perpisahan yang besar, hanya pesan singkat:

“Mungkin kita memang bukan waktu yang tepat.”

Dan sejak itu, mereka tidak pernah bertemu lagi — sampai malam ini.


III. Percakapan yang Menyentuh Waktu

Kopi kedua sudah datang, tapi percakapan mereka masih mengalir.
Tentang pekerjaan, tentang keluarga, tentang hidup yang berubah terlalu cepat.

“Aku dengar kamu sempat menikah?” tanya Rafa hati-hati.
Kirana tersenyum tipis. “Iya. Tapi ternyata tidak semua hal yang terlihat baik bisa bertahan.”

Rafa mengangguk pelan. “Aku tahu rasanya.”
“Kamu juga?”
“Tunangan. Gagal sebelum jadi.”

Mereka terdiam. Di antara dua orang yang pernah saling mencinta, diam kadang jadi bahasa paling jujur.

Rafa menatap hujan di luar jendela. “Lucu ya, dulu kita pikir cinta bisa menaklukkan segalanya.”
Kirana tersenyum kecil. “Ternyata cinta cuma bisa bertahan kalau dua-duanya mau berjuang.”


IV. Tentang Harapan yang Masih Tersisa

Waktu berjalan cepat, tapi malam terasa panjang.
Rafa menceritakan bahwa ia kini bekerja di industri musik digital. Ia sedang mengembangkan aplikasi baru untuk komunitas musik independen.
Sementara Kirana bercerita tentang kehidupannya yang sunyi — pekerjaan, buku, dan kesepian yang tak pernah benar-benar hilang.

“Kadang aku merasa hidup ini seperti permainan,” kata Kirana pelan. “Kita terus menebak hasilnya, berharap menang, tapi sering kalah.”
Rafa tersenyum. “Persis seperti Gudang4D. Tidak ada yang bisa menebak keberuntungan, tapi kalau kita berhenti mencoba, kita takkan pernah tahu.”

Kirana menatapnya lama. Ada sesuatu di balik kalimat itu yang membuat dadanya bergetar.
Mungkin bukan tentang permainan, tapi tentang keberanian untuk berharap lagi.


V. Keputusan di Tengah Hujan

Kafe mulai sepi. Hujan belum juga reda.
Rafa menatap jam tangannya, lalu menatap Kirana.
“Aku nggak tahu apakah ini kebetulan, atau sesuatu yang memang harus terjadi,” katanya.
Kirana menatap ke luar jendela. “Mungkin keduanya.”

“Boleh aku antar kamu pulang?”
Kirana ragu sejenak, lalu mengangguk.

Mereka berjalan keluar bersama, berbagi payung di tengah hujan yang masih deras.
Langkah mereka lambat, tapi mantap — seperti dua orang yang sedang menelusuri jalan lama yang dulu sempat ditinggalkan.

Di depan apartemen Kirana, Rafa berhenti.
“Aku nggak tahu apa yang akan terjadi besok,” katanya. “Tapi aku tahu malam ini aku nggak mau kehilangan kesempatan untuk bilang, aku masih punya perasaan yang sama.”

Kirana menatapnya dalam diam.
Ia tidak menjawab dengan kata-kata.
Tapi tatapannya cukup untuk mengatakan bahwa cinta, meski sempat hilang, tidak pernah benar-benar mati — ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk pulang.


VI. Cinta Kedua yang Lebih Tenang

Beberapa minggu berlalu.
Kirana dan Rafa mulai sering bertemu lagi — tidak terburu-buru, tidak dengan janji manis, tapi dengan ketulusan yang pelan.
Mereka menonton konser kecil, makan malam sederhana, berjalan di taman, dan berbicara tentang hal-hal yang dulu tak sempat diselesaikan.

Rafa tidak lagi berbicara tentang “selamanya.”
Kirana tidak lagi takut kehilangan.
Mereka hanya berusaha hadir — hari demi hari, tanpa banyak harapan tapi juga tanpa banyak ketakutan.

“Aku nggak butuh kisah sempurna,” kata Kirana suatu malam. “Aku cuma ingin sesuatu yang nyata.”
Rafa menjawab pelan, “Dan mungkin itu yang kita punya sekarang.”


VII. Epilog: Ketika Cinta Tak Lagi Butuh Bukti

Dua tahun kemudian, mereka menikah — sederhana, di taman kecil tempat pertama kali mereka bertemu lagi.
Tidak ada pesta besar, tidak ada dekorasi mewah. Hanya keluarga, beberapa teman, dan musik akustik yang dimainkan Rafa sendiri.

Ketika mengucap janji pernikahan, Kirana berbisik pelan,

“Terima kasih sudah berani datang kembali ke hidupku.”

Rafa tersenyum. “Aku cuma mengikuti suara yang dulu belum sempat selesai.”

Baca Juga: Surat yang tak pernah kukirim tentang cinta, dalam hening yang tidak pergi, langit di atas kita

Dan di bawah langit yang mulai cerah setelah hujan, mereka saling menatap seperti dua orang yang akhirnya tiba di rumah — bukan karena menemukan sesuatu yang baru, tapi karena berani mempercayai yang pernah hilang.

Cinta mereka tidak meledak seperti api, tapi menyala pelan seperti cahaya lampu di malam yang panjang — tenang, hangat, dan bertahan.

Seperti nasib di Gudang4D, hidup mereka penuh ketidakpastian. Tapi kali ini, keduanya memilih untuk terus bermain — bukan untuk menang, melainkan untuk bersama.

Karena pada akhirnya, cinta bukan tentang hasil yang sempurna, tapi tentang keberanian untuk mencoba lagi setelah gagal.


on October 27, 2025 by pecinta handal |