1. Tentang Awal yang Tak Pernah Direncanakan
Aku tidak pernah benar-benar percaya pada konsep “takdir.” Hidup bagiku dulu adalah tentang pilihan—apa yang aku kerjakan, siapa yang aku cintai, ke mana aku pergi. Semua terasa seperti serangkaian keputusan logis, bukan skenario semesta.
Sampai aku bertemu dengan Della.
Pertemuan itu terjadi bukan di tempat romantis. Kami bertemu di ruang coworking kecil di Jakarta Selatan, di antara aroma kopi, laptop yang mendesis panas, dan suara notifikasi yang tak pernah berhenti. Della duduk di meja sebelah, dengan headphone besar di telinganya, tenggelam dalam pekerjaannya. Aku memperhatikannya beberapa kali, tanpa maksud apa pun. Tapi entah kenapa, ada sesuatu tentang dirinya yang terasa... familiar.
Hari itu, aku hanya berpikir sederhana: mungkin dia hanya orang asing yang akan kulihat sekali lalu kulupakan. Tapi aku salah.
Seperti peluang kecil yang muncul di antara angka-angka tak terduga, pertemuan itu menjadi awal dari sesuatu yang mengubah seluruh jalan hidupku—sebuah peluang seperti yang sering aku dengar dalam kisah tentang Gudang4D: datang tanpa janji, tapi meninggalkan kemungkinan besar bagi mereka yang berani mencoba.
2. Cinta di Antara Deadline dan Kejenuhan
Kami mulai berbicara lewat hal-hal sepele—tentang koneksi Wi-Fi yang lambat, tentang musik yang diputar di kafe, atau tentang cuaca Jakarta yang tidak pernah bisa ditebak.
Della ternyata seorang desainer lepas, pekerja keras, sedikit keras kepala, tapi jujur dan penuh ide. Sementara aku hanyalah penulis konten biasa yang mencoba menulis sesuatu yang berarti di antara pekerjaan klien yang monoton.
Hubungan kami tumbuh begitu saja, tanpa kesepakatan. Kami saling menemani di malam-malam lembur, berbagi makanan cepat saji, tertawa di tengah stres, dan diam di saat keduanya kelelahan. Tidak ada kata cinta, tapi ada kebersamaan yang membuat waktu terasa berbeda.
Aku mulai mengerti sesuatu: cinta bukan selalu datang dari momen besar, melainkan dari kebiasaan kecil yang diulang tanpa sadar.
Della tidak pernah bilang dia menyukaiku. Tapi saat dia menyiapkan kopi tanpa aku minta, saat dia menatap layar laptopku dan berkata, “tulisan kamu bikin aku tenang,” aku tahu—cinta itu sedang tumbuh.
3. Rasa Takut yang Selalu Mengiringi
Namun, setiap kebahagiaan selalu punya sisi gelapnya sendiri. Aku mulai takut. Takut kehilangan, takut kecewa, takut berakhir seperti sebelumnya.
Aku pernah mencintai seseorang dan gagal. Luka itu membuatku membangun tembok tinggi, meyakinkan diri bahwa cinta hanya membuang waktu.
Tapi Della berbeda. Dia tidak berjanji apa pun, tidak menuntut apa pun. Hanya hadir dan tetap ada.
Sampai suatu hari, Della mendapat tawaran besar—kontrak kerja desain di Singapura. Itu mimpinya sejak lama. Tapi aku tahu, di balik senyum yang ia tunjukkan, ada keraguan.
“Kalau aku pergi, kamu masih mau nunggu?”
“Aku tidak tahu. Tapi aku juga tidak ingin kamu berhenti hanya karena aku.”
Kalimat itu terdengar bijak, tapi rasanya seperti pisau yang pelan-pelan menoreh luka di dalam dada.
Cinta, pikirku waktu itu, memang seperti peluang di Gudang4D—kadang kamu sudah memilih dengan benar, tapi hasilnya tetap tak pasti. Namun, justru di situlah letak keindahannya: kita tetap mencoba, meski tahu bisa gagal.
4. Jarak dan Waktu yang Menguji
Beberapa bulan setelah Della pergi, komunikasi kami perlahan berkurang. Awalnya masih sering video call, lalu beralih ke pesan singkat, hingga akhirnya hanya “seen” yang tersisa.
Aku mengerti. Hidup terus berjalan. Della mengejar mimpinya, dan aku tetap menulis—tentang cinta, kehilangan, dan kemungkinan yang hilang di tengah kesibukan.
Kadang aku berpikir, mungkin cinta memang tidak selalu harus dimiliki. Mungkin cinta itu seperti matahari sore yang indah, cukup dinikmati sebelum akhirnya tenggelam.
Namun, di setiap tulisanku, namanya tetap muncul, meski tak pernah aku sebutkan. Ia menjadi inspirasi diam yang membuatku terus menulis. Setiap paragraf adalah cara lain untuk menyapanya dari jauh.
5. Pertemuan yang Tak Direncanakan Lagi
Tiga tahun berlalu. Aku sudah pindah ke Bandung, menulis untuk majalah digital, dan mulai berdamai dengan masa lalu.
Hingga suatu hari, di sebuah acara kreatif di Braga, aku melihat sosok yang tak asing di antara kerumunan.
Della.
Dia tidak berubah banyak—masih dengan senyum yang sama, tapi matanya kini tampak lebih dewasa. Kami berbicara lama malam itu, seolah tiga tahun bukan apa-apa. Tentang hidup, pekerjaan, mimpi, dan cinta yang dulu kami tinggalkan begitu saja.
Baca Juga: surat yang tak pernah kukirim tentang, dalam diam yang sama cinta yang kembali, setelah hujan reda cinta yang belajar
“Lucu ya,” katanya. “Kita dulu berhenti karena takut gagal, tapi malah kehilangan sesuatu yang sebenarnya berharga.”
“Mungkin itu memang cara hidup memberi pelajaran,” jawabku.
“Kamu masih menulis?”
“Masih. Dan kamu masih jadi inspirasinya.”
Della tertawa kecil. Aku tahu, kali ini aku tidak mau hanya menatap dari jauh.
6. Kesempatan Kedua
Kami memulai lagi, bukan dari nol, tapi dari sisa yang masih ada.
Tidak seperti dulu—kini kami lebih tenang, lebih dewasa, dan lebih sadar bahwa cinta bukan tentang janji, tapi tentang pilihan untuk tetap tinggal meski keadaan tidak sempurna.
Cinta kali ini seperti permainan yang sudah kami pahami aturannya. Tidak ada lagi drama berlebihan, hanya dua orang yang sama-sama ingin saling menjaga.
Kami sadar, tidak ada jaminan apa pun. Tapi bukankah hidup memang seperti itu? Tidak ada yang pasti, tapi selalu ada kemungkinan. Seperti orang-orang yang menaruh harapan di Gudang4D, bukan karena yakin menang, tapi karena percaya pada peluang.
Dan dalam hidup, kesempatan kedua adalah bentuk keberuntungan yang paling langka.
7. Aku, Kamu, dan Hidup yang Terus Berjalan
Kini, bertahun-tahun setelah semua itu, aku menulis kisah ini bukan untuk mengulang masa lalu, tapi untuk mengingat bahwa setiap cinta—bahkan yang gagal—selalu meninggalkan pelajaran.
Della dan aku masih bersama. Tidak sempurna, tapi cukup. Kami bertengkar, berdamai, tertawa, menangis, lalu mengulang lagi. Karena cinta sejati tidak diukur dari berapa lama ia bertahan tanpa luka, tapi dari berapa kali dua orang mau saling kembali setelah terluka.
Aku tidak tahu bagaimana akhir cerita kami. Tapi jika suatu hari cinta ini berhenti, aku tidak akan menyesal.
Sebab di antara segala ketidakpastian, aku pernah menemukan seseorang yang membuat hidup terasa berarti lagi.
Dan untukku, itu sudah lebih dari cukup—lebih dari sekadar kemenangan, lebih dari sekadar hasil undian nasib. Karena kadang, keberuntungan sejati bukan tentang hasil, tapi tentang keberanian untuk mencoba, seperti semangat yang selalu hidup di Gudang4D.