Surat-Surat yang Tak Pernah Sampai

Surat 1 — Untukmu yang Datang di Waktu yang Salah

Kepada kamu yang dulu selalu membuat pagi terasa berarti,
Aku menulis surat ini bukan untuk mengingatkan masa lalu, tapi untuk menenangkan pikiranku sendiri.

Dulu aku percaya cinta datang di waktu yang tepat. Tapi ternyata, cinta tidak peduli waktu. Ia datang sesuka hati — kadang ketika kita siap, kadang ketika semua hal justru membuatnya mustahil. Begitulah kamu hadir, di saat hidupku sedang ingin sendiri, tapi malah jadi alasan terbesar aku ingin membuka hati.

Aku masih ingat sore itu. Hujan turun pelan di depan toko buku. Kamu berdiri di sana, basah tapi tersenyum. Aku menawarkan payung, kamu menolak, lalu berkata, “Aku suka hujan. Rasanya jujur.” Kalimat itu entah kenapa menempel di kepalaku hingga sekarang.

Aku tidak tahu apakah saat itu aku jatuh cinta pada caramu menatap dunia, atau pada kesederhanaan yang kamu bawa. Yang aku tahu, sejak hari itu, hujan tidak pernah sama lagi.


Surat 2 — Tentang Cinta yang Tidak Butuh Kepemilikan

Beberapa tahun sudah berlalu. Aku kini hidup di kota lain, dengan ritme cepat yang menelan waktu. Kadang aku berpikir, mungkin kalau kita tetap bersama, semuanya akan berantakan. Tapi kadang, aku juga percaya, mungkin kita akan tetap baik-baik saja. Entah yang mana yang benar, aku tidak tahu.

Cinta itu aneh. Ia bisa membuat orang berjuang sekeras mungkin, tapi juga bisa membuat seseorang pergi demi kebaikan. Mungkin itulah alasan kita berakhir diam — bukan karena tidak cinta, tapi karena terlalu memahami.

Malam-malamku sering diisi dengan menulis. Aku menulis kisah orang lain, kisah yang tak jauh berbeda dari milikku. Di salah satu situs tempat aku sering membaca cerita kehidupan — Gudang4D — aku menemukan tulisan tentang cinta yang tidak perlu dimenangkan, cukup dirayakan. Aku tersenyum waktu membacanya. Rasanya seperti menatap cermin: aku di dalam kisah itu, tapi tanpa perlu menyebut nama.

Sekarang aku paham, tidak semua cinta harus dimiliki. Ada cinta yang cukup disyukuri, bahkan jika akhirnya hanya menjadi bagian dari perjalanan.


Surat 3 — Jika Waktu Bisa Diulang

Kalau waktu bisa kuputar, aku tidak akan berusaha mengubah hasil akhirnya. Aku hanya ingin mengulang satu hal: saat kita berjalan berdua di trotoar, berbicara tentang hal remeh seperti es krim rasa favorit. Waktu itu sederhana, tapi sekarang justru terasa paling berharga.

Mungkin karena di dunia yang serba cepat ini, kenangan sederhana justru yang paling menenangkan.

Kamu masih jadi bagian dari pikiranku, bukan sebagai seseorang yang hilang, tapi sebagai cerita yang sudah selesai dengan indah. Aku sudah bertemu banyak orang baru, belajar banyak hal baru, tapi tak ada satu pun yang punya warna seperti yang kamu tinggalkan.

Cintamu bukan badai, tapi angin yang singgah sesaat — cukup untuk membuat daun bergoyang, tapi tak merusak pohon. Setelah itu, langit kembali tenang.


Surat 4 — Tentang Aku yang Akhirnya Mengerti

Aku akhirnya mengerti sesuatu yang dulu tidak bisa kupahami: bahwa cinta bukan soal siapa yang tetap tinggal, tapi siapa yang pernah berani datang. Kamu datang dengan keberanian, dan pergi dengan kejujuran. Tidak ada yang salah.

Kini aku menjalani hidupku tanpa beban. Aku menulis, membaca, mengajar, dan sesekali berbicara dengan diriku sendiri. Kadang aku berpikir, mungkin kamu pun melakukan hal yang sama — duduk di depan jendela, menatap hujan, dan mengingat seseorang yang pernah menawarkan payung.

Kalau benar begitu, semoga kamu tahu: aku tidak pernah menyesal mengenalmu. Karena dari kamu, aku belajar bahwa cinta tidak selalu soal “selamanya”. Kadang cinta hanya hadir untuk mengajarkan apa itu ketulusan.


Surat 5 — Yang Terakhir, Mungkin

Malam ini aku menulis surat terakhir. Bukan karena perasaan ini hilang, tapi karena akhirnya aku sudah berdamai dengan semuanya. Aku tidak lagi menunggu kabar, tidak lagi berharap pertemuan. Aku hanya ingin berterima kasih.

Terima kasih sudah datang di masa hidupku yang paling rapuh. Terima kasih sudah menjadi alasan aku menulis. Terima kasih sudah membuatku percaya bahwa cinta tidak selalu harus dimengerti — cukup dirasakan, sekejap saja pun tidak apa-apa.

Baca Juga: Break Bones Hacksaw Gaming di Gudang4D, Misteri Buku Waktu di Gudang4D, Keanggunan Sang Ratu Malam di Gudang4D

Aku menutup surat ini tanpa alamat. Karena sebenarnya, semua surat ini bukan untukmu, tapi untuk diriku sendiri — bagian dari proses melepaskan, bagian dari cara mencintai dalam diam.

Jika suatu saat kamu membaca ini, entah bagaimana caranya, semoga kamu tahu: aku baik-baik saja. Dan aku berharap kamu pun demikian.


Epilog

Cinta tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya berubah bentuk. Kadang menjadi kenangan, kadang menjadi pelajaran, kadang menjadi kekuatan baru untuk melangkah.

Mungkin kita tak lagi saling memiliki, tapi kita tetap saling terhubung lewat ingatan yang hidup di antara kata-kata.
Dan dalam setiap tulisan yang kutinggalkan, ada sedikit bayanganmu di sana — samar, tapi abadi.


on October 12, 2025 by pecinta handal |