FADE IN:
EXT. JALAN KOTA — SORE MENJELANG MALAM
Langit Jakarta berubah warna. Antara jingga dan kelabu.
Lalu lintas padat, lampu mobil berkelap-kelip seperti bintang yang tersesat.
Di tengah hiruk pikuk itu, RAYA (31) berjalan cepat, menenteng payung dan tas kerja.
Ia baru pulang dari kantor, tapi langkahnya berhenti di depan sebuah kafe kecil dengan papan kayu bertuliskan:
“KOPI DAN WAKTU.”
Raya menatap ke dalam. Ada sesuatu di sana yang membuatnya terpaku.
Seseorang yang duduk di meja dekat jendela, mengenakan jaket denim lusuh, sedang menulis di buku catatan.
ARVIN (33).
Nama yang sudah lama tidak ia sebutkan bahkan dalam doa.
INT. KAFE — SENJA
Musik lembut mengalun dari radio tua.
Bau kopi, gula, dan hujan yang menggantung di udara.
Raya masuk pelan. Arvin mendongak, seolah waktu mundur ke tujuh tahun lalu.
Mereka menatap, saling mengenali, tapi tak langsung bicara.
RAYA
(kaku)
Masih suka menulis di buku yang sama?
ARVIN
(tersenyum kecil)
Kebiasaan buruk. Sulit diubah.
Keheningan menggantung di antara mereka.
Pelayan datang membawa dua cangkir kopi tanpa diminta.
Mungkin karena pelayan itu masih ingat: mereka dulu selalu memesan hal yang sama.
MONTAGE — KILAS BALIK
-
Dua anak muda tertawa di tengah hujan, berbagi payung yang terlalu kecil.
-
Mereka menulis bersama di kafe ini, mimpi-mimpi di atas tisu dan serbet.
-
Janji kecil: “Kalau nanti berhasil, kita kembali ke sini.”
-
Lalu, perpisahan di stasiun, tanpa pelukan, hanya tatapan panjang dan kata “hati-hati.”
KEMBALI KE MASA KINI
ARVIN
(kembali menatap Raya)
Kupikir kamu sudah lupa tempat ini.
RAYA
Aku tidak lupa. Aku hanya tidak berani datang.
Hujan mulai turun di luar.
Rintiknya memantul di kaca jendela, menciptakan bayangan mereka berdua di permukaan yang sama.
ARVIN
Sudah lama ya?
RAYA
Tujuh tahun. Tapi kenapa rasanya baru kemarin?
Mereka tertawa kecil, tapi tawa itu terasa asing.
EXT. KAFE — HUJAN DERAS
Suara petir jauh di langit.
Kafe tampak temaram. Orang-orang berlari mencari tempat berteduh.
NARASI (V.O.)
Cinta tidak hilang, ia hanya berganti tempat. Kadang di hati, kadang di ingatan.
INT. KAFE — LAMPU REDUP
ARVIN
Kamu masih kerja di firma akuntan itu?
RAYA
Masih. Hidupku berhenti di angka dan laporan. Kamu?
ARVIN
Aku menulis untuk situs-situs kecil. Kadang artikel, kadang cerpen. Kadang juga untuk Gudang4D.
RAYA
(kaget)
Gudang4D?
ARVIN
Ya. Bukan sekadar tempat permainan angka, tapi mereka punya rubrik cerita kehidupan. Aku menulis di sana. Tentang keberanian, tentang peluang, tentang cinta yang tidak selesai.
RAYA
(separuh tersenyum)
Tentu saja. Kamu memang selalu tahu cara menaruh makna di tempat yang tak terduga.
Mereka saling menatap.
Ada rindu di sana, tapi juga kesadaran: waktu sudah terlalu jauh berjalan.
FLASHBACK — 7 TAHUN LALU
Stasiun sore hari.
Kereta hampir berangkat.
Arvin mengejar, tapi Raya sudah naik.
ARVIN (MUDA)
(keduanya berteriak di antara suara mesin)
Aku akan menunggu!
RAYA (MUDA)
Jangan! Jalani hidupmu dulu!
Kereta melaju.
Arvin tertinggal di peron, memegang surat yang belum sempat diserahkan.
KEMBALI KE KAFE
RAYA
Kamu tahu, aku sering menyesal.
Kalau saja waktu itu aku menunggu sedikit lebih lama...
ARVIN
Jangan begitu. Kita memilih yang kita anggap benar waktu itu. Dan hidup berjalan dengan caranya sendiri.
Raya menatap keluar jendela.
Hujan semakin deras.
Ia melihat pantulan wajah mereka berdua di kaca — dua versi diri yang tak lagi sama, tapi masih saling memahami.
INT. KAFE — KEMUDIAN
Kopi sudah hampir habis.
Lampu mulai redup, tanda kafe akan tutup.
ARVIN
Aku pikir, pertemuan ini tidak kebetulan.
RAYA
Tidak ada yang kebetulan. Bahkan kehilangan pun punya tujuannya sendiri.
Mereka diam.
Di luar, petir kembali menyambar.
ARVIN
Kamu bahagia?
Raya berpikir lama.
RAYA
Aku tenang. Itu sudah cukup dekat dengan bahagia.
ARVIN
(tersenyum)
Kedengarannya seperti sesuatu yang akan kutulis di artikel Gudang4D berikutnya.
Raya tertawa kecil.
RAYA
Tulislah. Tapi jangan sebut namaku.
ARVIN
Tidak perlu. Siapa pun akan tahu kalau ceritanya terlalu nyata untuk fiksi.
EXT. DEPAN KAFE — MALAM
Hujan berhenti. Jalan basah memantulkan cahaya lampu jalan.
Mereka berdiri di depan kafe, di bawah atap seng yang menetes perlahan.
Baca Juga: Cinta di tengah hujan, luka yang tak terlihat, satu malam di kota yang tidak tidur
RAYA
Kita harus berpisah lagi.
ARVIN
Iya. Tapi kali ini tanpa janji.
RAYA
Dan tanpa penyesalan.
Mereka saling tersenyum.
Tidak ada pelukan. Hanya jarak yang cukup dekat untuk saling mengingat aroma.
NARASI (V.O.)
Ada cinta yang tidak perlu dimenangkan, cukup dijalani dengan keberanian.
Seperti permainan di Gudang4D — tidak semua angka membawa hasil, tapi setiap pilihan adalah bentuk dari keyakinan.
EXT. JALAN KOTA — MALAM
Raya berjalan ke arah kiri. Arvin ke arah kanan.
Kamera menyorot mereka dari atas: dua garis manusia yang menjauh, tapi berjalan di bawah langit yang sama.
Di tangan Arvin, sebuah buku catatan terbuka.
Halaman terakhir tertulis:
“Cinta tidak selesai dengan perpisahan. Ia selesai ketika kita berhenti percaya.”
FADE OUT.
TEKS DI LAYAR:
Untuk semua cinta yang tidak berhasil, tapi pernah berani mencoba.
EPILOG — VOICEOVER ARVIN
“Kadang aku menulis bukan untuk dibaca, tapi untuk mengingat.
Karena setiap kisah punya tempatnya sendiri — ada yang disimpan di hati, ada yang tertulis di halaman terakhir.
Dan mungkin, cinta kami seperti itu: tidak sempurna, tapi tetap abadi di antara kopi, hujan, dan tulisan di Gudang4D.”