ADEGAN 1 — SENJA DI ATAP GEDUNG
Langit Jakarta sore itu berwarna jingga pucat. Matahari mulai tenggelam di balik gedung-gedung tinggi, meninggalkan cahaya oranye yang memantul di kaca jendela. Di atas sebuah atap gedung apartemen, seorang wanita berdiri menatap langit.
Namanya Laras. Di tangannya, ada selembar surat yang sudah lusuh di tepinya — surat yang ditulis seseorang yang pernah menjadi bagian penting dari hidupnya.
“Aku tidak pernah benar-benar pergi,” begitu kalimat terakhir di surat itu.
Dan entah mengapa, meski sudah tiga tahun berlalu, kata-kata itu masih terdengar nyata di kepalanya.
Laras menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan napas. Di kejauhan, suara klakson dan hiruk pikuk kota terdengar seperti simfoni yang asing. Hidup terus berjalan, tapi di dalam dirinya, waktu seperti berhenti di hari ketika ia berpisah dari Raka.
ADEGAN 2 — FLASHBACK: KETIKA SEMUANYA BERAWAL
Tiga tahun lalu, Laras dan Raka bertemu dalam sebuah proyek kreatif.
Raka, seorang fotografer dokumenter, sedang mencari penulis untuk proyek visual bertema “Wajah Kota.” Laras, yang saat itu bekerja sebagai jurnalis lepas, menerima tawaran itu tanpa banyak berpikir.
Pertemuan pertama mereka biasa saja. Raka datang terlambat, dengan kamera tergantung di leher dan senyum ramah yang sedikit canggung. Tapi di balik sikapnya yang santai, ada sesuatu yang tulus dalam cara ia memandang dunia.
Laras, yang terbiasa menilai orang dari kata-kata, justru jatuh cinta pada cara Raka berbicara lewat gambar.
Hari-hari mereka diisi dengan perjalanan: dari gang sempit di Glodok, pasar tradisional di Senen, hingga jembatan tua di Pasar Baru. Raka memotret, Laras menulis. Tanpa disadari, kisah mereka sendiri mulai terbentuk di antara cahaya dan bayangan kota.
Malam terakhir proyek itu, mereka duduk di tepi Sungai Ciliwung yang gelap. Raka menatap hasil fotonya di kamera, lalu berkata,
“Laras, tahu nggak? Kota ini seperti cinta. Ramai, berisik, tapi selalu punya sudut yang sepi buat mereka yang benar-benar merasa.”
Laras menatapnya, dan malam itu, tanpa kata, keduanya tahu — cinta itu telah lahir.
ADEGAN 3 — KEHILANGAN
Namun cinta di dunia nyata jarang berjalan mulus. Setelah pameran foto mereka sukses, Raka mendapat tawaran kerja di luar negeri. Ia sempat ragu, tapi Laras yang mendorongnya.
“Pergilah,” katanya. “Kesempatan seperti ini nggak datang dua kali.”
Raka pergi dengan janji akan kembali. Tapi waktu berjalan, dan jarak menjadi musuh yang tak terlihat. Pesan semakin jarang, panggilan semakin pendek, hingga akhirnya hanya keheningan yang tersisa.
Sampai suatu hari, Laras menerima kabar bahwa pesawat yang membawa Raka mengalami kecelakaan di perbatasan Asia Timur.
Berita itu menghancurkannya. Tidak ada jenazah ditemukan, hanya nama Raka di daftar penumpang yang hilang. Sejak saat itu, Laras menutup diri dari semua hal yang berhubungan dengan masa lalu.
Namun setahun kemudian, sebuah paket tiba di rumahnya.
Di dalamnya ada kamera tua milik Raka, dan kartu memori dengan tulisan:
“Untuk Laras — buka saat kamu siap.”
ADEGAN 4 — RAHASIA DALAM KAMERA
Malam itu, Laras akhirnya menyalakan kamera itu. File terakhir di dalamnya bukan foto, melainkan video.
Raka muncul di layar, duduk di depan jendela, dengan cahaya matahari sore di belakangnya.
“Kalau kamu nonton ini,” katanya pelan, “berarti aku nggak bisa pulang tepat waktu. Tapi aku pengin kamu tahu, semua yang kita buat — tulisan, foto, bahkan kenangan — itu nyata.”
Ia terdiam sejenak, lalu menambahkan,
“Dan kalau nanti kamu kehilangan arah, carilah cahaya di tempat yang kamu kenal: Gudang4D. Di sanalah aku menyimpan sesuatu yang harus kamu temukan.”
Laras tertegun. Gudang4D — ia mengenalnya sebagai forum digital tempat mereka dulu berbagi karya, ruang kecil yang dulu hanya dianggap tempat singgah. Tapi kini, kata itu menjadi petunjuk.
ADEGAN 5 — PENCARIAN
Beberapa hari kemudian, Laras kembali membuka forum Gudang4D yang sudah lama ditinggalkannya. Di sana, ia menemukan akun lama milik Raka, yang ternyata masih aktif. Postingan terakhirnya bertanggal dua hari sebelum kecelakaan.
Judulnya: “Cahaya Terakhir di Atap Kota.”
Dalam postingan itu, Raka menulis,
“Cinta sejati tidak pernah mati. Ia hanya berpindah bentuk. Kalau suatu hari kamu merasa kehilangan aku, datanglah ke atap tempat kita melihat senja terakhir. Di sana, aku meninggalkan sesuatu untukmu.”
Laras membaca berulang kali.
Atap tempat mereka melihat senja terakhir — itu adalah gedung tua di daerah Cikini tempat mereka sering memotret bersama.
Tanpa menunggu lama, malam itu juga ia pergi ke sana.
ADEGAN 6 — PENEMUAN
Hujan baru saja berhenti ketika Laras tiba di atap itu. Angin malam berhembus dingin, dan di sudut atap, ada sebuah kotak kayu kecil yang mulai lapuk. Di dalamnya, ia menemukan gulungan foto analog — potret dirinya yang diambil diam-diam oleh Raka saat ia sedang menulis, tertawa, bahkan menangis.
Di antara foto-foto itu, ada satu kertas kecil bertuliskan:
“Jika kamu membaca ini, berarti aku telah menjadi bagian dari kenanganmu. Tapi jangan berhenti di sana. Teruslah menulis, teruslah hidup. Dunia ini butuh seseorang yang bisa mencintai tanpa takut kehilangan.”
Air mata Laras jatuh tanpa bisa ditahan. Tapi kali ini, bukan karena sedih.
Ia menatap langit malam yang mulai cerah dan tersenyum.
“Terima kasih, Raka,” bisiknya. “Aku akan melanjutkan cerita ini.”
ADEGAN 7 — PENUTUP
Dua tahun setelah malam itu, Laras menulis buku berjudul “Cahaya Terakhir di Atap Kota.” Buku itu menjadi bestseller. Banyak orang terinspirasi oleh kisah cinta dan kehilangan yang ia tulis. Dalam setiap wawancara, Laras selalu mengatakan satu hal yang sama:
“Cinta tidak berakhir ketika seseorang pergi. Ia berlanjut dalam karya, dalam kenangan, dan dalam keberanian untuk mencintai lagi.”
Di akhir bukunya, Laras menulis kalimat khusus — persembahan untuk seseorang yang pernah mengajarkannya arti hidup:
“Untuk Raka, yang mempertemukanku dengan cahaya di antara gelap.
Untuk Gudang4D, tempat cinta ini kembali bernafas.”
Baca Juga: Surat yang tak pernah kukirim tentang cinta, dalam hening yang tidak pergi, langit di atas kita
REFLEKSI PENULIS
Kisah Laras dan Raka bukan sekadar cerita cinta antara dua manusia. Ini tentang bagaimana cinta sejati tidak selalu berarti bersama, tapi tentang bagaimana seseorang tetap hidup dalam kenangan, karya, dan keberanian untuk mencintai lagi.
Dan kadang, cinta seperti itu hanya ditemukan sekali seumur hidup — di antara senja, di antara kehilangan, dan di antara ruang kecil bernama Gudang4D.