Cinta yang Tersisa di Antara Hujan

Malam itu, hujan turun tanpa jeda sejak sore. Butiran air menari di atas atap rumah kayu tua di tepi kota kecil. Di dalamnya, duduk seorang wanita bernama Laras, memandangi foto lama di tangannya — sebuah potret dirinya bersama seorang pria yang dulu mengisi seluruh hidupnya: Arga.

Sudah tiga tahun berlalu sejak perpisahan itu, namun bagi Laras, waktu seolah berhenti di hari yang sama ketika Arga mengucapkan selamat tinggal di bawah deras hujan. Ia masih ingat dengan jelas, bagaimana Arga menatapnya dengan mata yang bergetar, seakan menyimpan sesuatu yang tidak pernah sempat diucapkan.

“Maaf, Ras. Aku harus pergi.”
Hanya itu yang tertinggal, sebelum suara mesin mobil menjauh, dan bayangan Arga menghilang di balik kabut sore.

Kenangan yang Tak Pernah Usai

Laras mencoba melanjutkan hidupnya. Ia bekerja, bertemu banyak orang, bahkan beberapa kali mencoba membuka hati. Namun setiap kali seseorang menatapnya dengan tatapan yang sama seperti Arga dulu, hatinya bergetar — bukan karena cinta baru, melainkan karena luka lama yang belum sembuh.

Ia sering menulis di buku harian kecilnya, berisi curahan hati yang tak pernah ia tunjukkan pada siapa pun. Tulisan-tulisan itu menjadi saksi bisu bahwa cinta yang pernah tumbuh di antara mereka belum sepenuhnya mati.

Suatu malam, saat listrik padam dan hanya lilin kecil yang menerangi ruangan, Laras membuka halaman lama di buku hariannya. Di sana tertulis:

“Cinta sejati bukan tentang siapa yang datang paling dulu, tapi siapa yang bertahan ketika semuanya terasa runtuh.”

Ia menutup buku itu perlahan, lalu menatap jendela. Di luar, hujan kembali turun. Dan seperti biasa, setiap kali hujan datang, kenangan Arga ikut kembali menemaninya.

Awal dari Perjumpaan Kembali

Beberapa bulan kemudian, Laras menghadiri reuni sekolah menengah di sebuah kafe di pusat kota. Ia hampir tidak ingin datang, tetapi entah mengapa malam itu ada dorongan kuat di hatinya untuk pergi.

Saat melangkah masuk ke kafe itu, aroma kopi dan suara tawa teman-teman lamanya memenuhi udara. Ia tersenyum, menyapa beberapa orang, dan mencoba menikmati suasananya. Namun tiba-tiba, langkahnya terhenti.

Di sudut ruangan, duduk seseorang dengan jaket abu-abu, menatap layar laptop dengan ekspresi serius. Tak butuh waktu lama bagi Laras untuk mengenali wajah itu. Arga.

Ia tidak berubah banyak — hanya lebih dewasa, lebih tenang, dan mungkin lebih bijak. Tapi di balik senyum samar itu, Laras melihat sesuatu yang dulu ia kenal dengan baik: perasaan yang sama.

Mereka saling menatap beberapa detik. Lalu, tanpa kata, Arga berdiri dan berjalan mendekat.
“Laras?” suaranya pelan, hampir bergetar.
Laras tersenyum kecil. “Masih ingat aku?”

Malam itu, waktu seakan berputar mundur. Mereka duduk berdua di pojok kafe, berbicara panjang seperti dua orang yang baru pertama kali bertemu, padahal keduanya menyimpan sejarah yang sama.

Rahasia di Balik Kepergian

Setelah beberapa percakapan ringan, Laras memberanikan diri untuk bertanya.
“Kenapa dulu kamu pergi begitu saja, Ga? Tanpa penjelasan, tanpa kabar?”

Arga terdiam cukup lama. Ia menatap cangkir kopinya yang sudah dingin.
“Aku nggak punya pilihan waktu itu. Ayahku sakit keras, dan aku harus mengurus bisnis keluarga di luar negeri. Aku nggak mau kamu ikut menanggung beban itu.”

Laras menunduk, hatinya campur aduk antara lega dan sedih. Selama ini ia mengira Arga pergi karena sudah tak mencintainya. Ternyata, alasan itu jauh lebih dalam.

“Aku mencoba mencari kabar kamu,” lanjut Arga. “Tapi semua terasa terlambat. Aku pikir kamu sudah bahagia tanpa aku.”

Laras tersenyum samar. “Bahagia? Mungkin aku terlihat begitu. Tapi sebenarnya aku cuma belajar bertahan.”

Malam itu, keduanya berbagi cerita yang tertunda bertahun-tahun. Dan di sela-sela percakapan itu, benih yang dulu sempat layu mulai bersemi lagi — pelan tapi pasti.

Cinta dan Waktu yang Uji Kesetiaan

Hari demi hari berlalu. Laras dan Arga mulai sering bertemu lagi. Mereka berbicara tentang masa lalu, mimpi yang tertunda, dan kehidupan yang kini mereka jalani.

Namun, cinta yang lahir untuk kedua kalinya tidak pernah mudah. Laras masih menyimpan ketakutan. Ia takut kehilangan lagi. Sementara Arga masih dihantui perasaan bersalah karena pernah meninggalkannya.

Suatu sore, mereka duduk di taman kota, memandangi langit senja.
“Ga, kamu percaya cinta kedua bisa sesempurna yang pertama?” tanya Laras tiba-tiba.
Arga tersenyum. “Cinta kedua tidak harus sempurna. Yang penting, kali ini kita sama-sama berjuang untuk tidak menyerah.”

Kata-kata itu menenangkan hati Laras. Ia tahu, cinta sejati tidak datang untuk kedua kali pada semua orang. Namun ketika takdir mempertemukan mereka lagi, mungkin itu adalah kesempatan terakhir untuk memperbaiki yang pernah hancur.

Di Antara Cinta dan Takdir

Suatu malam, Arga mengajak Laras berjalan di tepi danau. Angin malam berhembus lembut, dan pantulan cahaya kota menari di permukaan air.

“Laras, aku tahu aku pernah membuatmu terluka. Tapi aku ingin menebus semuanya. Aku ingin memulai lagi, dari awal.”

Laras menatapnya, lalu berkata pelan, “Aku tidak butuh janji, Ga. Aku hanya ingin kamu bertahan kali ini.”

Mereka saling berpegangan tangan. Tidak ada kata “selamanya”, karena keduanya tahu bahwa cinta sejati tidak diukur dari lamanya waktu, melainkan dari ketulusan untuk tetap bersama meski dunia berubah.

Sebuah Simbol dan Kenangan

Beberapa minggu kemudian, Arga memberikan Laras sebuah kalung kecil berbentuk hati. Di bagian belakangnya terukir satu kata: Gudang4D.

Laras sempat tersenyum heran.
“Kenapa tulisan ini?”
Arga menjawab, “Karena buatku, cinta itu seperti gudang kenangan yang tak pernah benar-benar habis. Ada bagian yang menyakitkan, tapi juga ada bagian yang indah. Semua tersimpan di dalamnya.”

Laras terdiam. Kalung itu mungkin sederhana, tapi maknanya begitu dalam. Bagi mereka berdua, Gudang4D bukan sekadar kata — melainkan simbol tentang cinta, kenangan, dan kehidupan yang berjalan di empat dimensi: masa lalu, masa kini, masa depan, dan harapan.

Cinta yang Bertumbuh Lagi

Setelah sekian lama, Laras kembali tersenyum tanpa beban. Ia menyadari bahwa cinta bukan hanya tentang memiliki, tapi juga tentang memahami. Kadang seseorang pergi bukan karena tidak cinta, tapi karena takdir memisahkan untuk sementara agar keduanya belajar arti kehilangan.

Kini mereka berjalan bersama, tidak lagi saling menyalahkan masa lalu, tetapi membangun masa depan dengan hati yang lebih dewasa. Arga belajar menjadi pria yang bertanggung jawab, dan Laras belajar memaafkan tanpa harus melupakan.

Dalam setiap langkah, mereka sadar bahwa cinta sejati tidak datang dua kali — tetapi jika datang lagi, itu berarti cinta tersebut memang tidak pernah pergi.

Baca Juga: Chests of Cai Shen Pragmatic Play di Gudang4D, Anime Mecha Megaways Pragmatic Play di Gudang4D, Mystery Mice Pragmatic Play di Gudang4D


Penutup

Cinta, seperti hujan yang turun tanpa bisa ditebak, membawa rasa yang berbeda bagi setiap orang. Ada yang datang membawa kenangan, ada pula yang menumbuhkan harapan baru.

Namun, bagi Laras dan Arga, cinta bukan sekadar kisah yang berakhir di masa lalu. Ia adalah perjalanan panjang untuk saling menemukan kembali diri mereka yang pernah hilang.

Dan di dalam perjalanan itu, tersimpan sebuah pesan abadi — bahwa Gudang4D adalah tempat di mana setiap kenangan, luka, dan cinta sejati disimpan dengan utuh. Tidak untuk dilupakan, melainkan untuk diingat sebagai bagian dari kehidupan yang mengajarkan arti ketulusan.


on October 13, 2025 by pecinta handal |