(Jurnal seorang perempuan yang menulis untuk seseorang yang tak pernah membaca)
Entry 1 – 12 Januari
Hari ini aku ketemu dia lagi.
Setelah sekian lama hanya saling “like” story, akhirnya kami nongkrong bareng di kafe tempat biasa dulu.
Dia masih sama: rambut acak-acakan, kaus hitam, dan senyum yang bisa bikin semua hal terasa lebih mudah.
Kami ngobrol dari hal remeh sampai hal serius—tentang kerjaan, film, bahkan tentang mantan masing-masing.
Lucunya, waktu dia cerita soal cewek yang lagi dia deketin, jantungku malah nyesek.
Aku ketawa, pura-pura santai.
Tapi pas dia pergi, aku ngerasa kosong banget.
Kadang aku pikir, mungkin aku memang bodoh—masih berharap sesuatu dari seseorang yang bahkan gak tahu kalau aku berharap.
Entry 2 – 9 Februari
Aku mimpi aneh semalam.
Aku sama dia, duduk di kursi taman, dan dia bilang, “Aku akhirnya sadar, orang yang kucari selama ini... kamu.”
Aku bangun dengan senyum lebar, lalu sadar itu cuma mimpi.
Lucunya, mimpi itu bikin aku bahagia seharian.
Pagi ini dia ngechat:
“Hey, aku lagi butuh ide buat caption IG. Kamu kan jago nulis, bantuin dong.”
Dan aku bantu, tentu saja.
Tapi di tengah ngetik, aku sadar... aku menulis kalimat cinta untuk orang yang bukan buat aku.
Baca Juga: dunia alien ceria dan kejutan kemenangan di gudang4d, dunia pesta penuh warna dan keberuntungan di gudang4d, dingin membeku panasnya kemenangan di gudang4d
Entry 3 – 23 Februari
Hari ini dia curhat lagi, katanya cewek yang dia deketin sekarang mulai berubah.
Aku pengin bilang, “Mungkin karena kamu salah arah, mungkin seharusnya kamu lihat aku.”
Tapi aku cuma jawab, “Sabar ya, mungkin dia cuma lagi butuh waktu.”
Dia balas,
“Andai semua cewek kayak kamu, hidup pasti lebih mudah.”
Aku senyum, tapi di dalam hati rasanya kayak ditikam halus.
Mungkin karena aku tahu, dia ngomong itu tanpa sadar aku termasuk salah satu ‘cewek yang gak akan dia lihat begitu.’
Entry 4 – 2 Maret
Aku memutuskan untuk mulai menjauh.
Bukan karena lelah, tapi karena sadar — aku gak bisa terus hidup di bayangan orang lain.
Aku hapus semua chat, simpan foto-fotonya di folder tersembunyi.
Tapi setiap kali mau tidur, bayangannya masih ada.
Suara tawanya masih jelas.
Aku mulai menulis puisi lagi, hal yang dulu selalu kulakukan sebelum kenal dia.
Lucunya, setiap puisi yang kutulis tetap berakhir dengan namanya.
Entry 5 – 14 Maret
Hari ini ulang tahunnya.
Aku nulis pesan panjang, tapi gak jadi kukirim.
Aku cuma posting story foto langit sore—warna jingga lembut, caption-nya:
“Beberapa hal tetap indah meski gak bisa dimiliki.”
Dia reply,
“Kamu masih suka langit ya? Aku inget dulu kamu selalu foto senja.”
Aku cuma jawab: “Iya, masih.”
Padahal di dalam hati, aku ingin bilang,
“Aku suka langit karena dulu kamu yang ngajarin aku cara menikmatinya.”
Entry 6 – 3 April
Aku dengar kabar dia jadian.
Lucu ya, dunia bisa sesakit itu dalam satu notifikasi.
Aku gak nangis. Cuma diam lama.
Terus nulis satu kalimat di catatan HP:
“Ternyata yang paling menyakitkan bukan kehilangan, tapi tetap harus bersikap biasa padahal semuanya udah gak sama.”
Aku sibuk kerja, sibuk cari alasan buat gak mikirin dia.
Tapi setiap kali lagu yang dia suka muncul di playlist, semua perasaan itu balik lagi.
Entry 7 – 1 Juni
Tiga bulan sejak terakhir aku dengar kabar dia.
Dia masih aktif di media sosial, masih terlihat bahagia.
Aku juga belajar bahagia tanpa harus tahu kabarnya.
Tapi malam ini, tiba-tiba dia ngechat lagi.
“Kamu masih bangun?”
Aku ragu jawab, tapi akhirnya kutulis, “Iya, kenapa?”
“Entah kenapa, aku kangen aja ngobrol sama kamu.”
Dan di saat itulah, semua benteng yang kubangun perlahan runtuh.
Entry 8 – 10 Juni
Dia ngajak ketemu.
Kami duduk di taman yang sama seperti dulu, tapi rasanya berbeda.
Dia cerita kalau hubungannya gagal.
Aku hanya mendengarkan, tanpa komentar.
Lalu dia bilang,
“Kamu tahu gak, setiap kali semuanya hancur, aku selalu kepikiran kamu.”
Kalimat itu indah, tapi juga jahat.
Karena dia hanya datang ketika hidupnya berantakan, bukan ketika bahagia.
Aku sadar, aku bukan rumah — aku cuma tempat singgah.
Dan aku harus berhenti berharap seseorang yang cuma mampir akan tinggal.
Entry 9 – 20 Juni
Aku akhirnya berhenti menulis tentang dia.
Hari ini, aku menulis untuk diriku sendiri.
Tentang hal-hal kecil yang membuatku tetap hidup: kopi di pagi hari, musik di perjalanan, aroma hujan di sore.
Cinta tidak harus sempurna untuk bermakna.
Kadang, cukup tahu bahwa kita pernah merasa—itu sudah cukup.
Aku tidak menyesal mencintainya.
Yang kusesali hanyalah kenapa aku lama sekali menyadari bahwa aku juga pantas dicintai balik.
Entry 10 – Refleksi
Sekarang aku bisa tersenyum tanpa pura-pura.
Aku bisa bilang bahwa cinta yang tak terbalas pun bisa jadi kisah yang indah — asalkan kita belajar darinya.
Dia mungkin tidak pernah tahu seberapa dalam aku mencintainya.
Tapi mungkin memang begitu seharusnya: beberapa cinta hanya ditulis, bukan diucapkan.
Seperti catatan ini — catatan tentang dia, tapi juga tentang bagaimana aku menemukan diriku lagi.
Dan seperti Gudang4D, hidup ini penuh kemungkinan yang datang tanpa diduga.
Kadang yang kamu kira akhir, justru jadi awal baru.
Karena setiap kehilangan bisa berubah jadi keberuntungan — kalau kamu cukup berani untuk membuka hati lagi.