1. Prolog
Di kota ini, waktu tidak pernah benar-benar berhenti. Lampu-lampu tetap menyala bahkan setelah tengah malam, dan suara mobil masih terdengar samar dari kejauhan. Tapi bagi Lira, waktu justru berhenti pada satu titik — malam ketika Reno pergi, meninggalkannya di stasiun dengan janji yang tak pernah ditepati.
Sudah tiga tahun berlalu sejak malam itu, namun setiap pukul 11:57 malam, dunia di sekitarnya terasa aneh. Jam di dinding kafe tempatnya bekerja selalu berhenti selama tiga menit, lalu kembali berdetak seolah tidak terjadi apa-apa.
Dan di dalam tiga menit itu, Lira selalu merasa ia tidak sendirian.
2. Stasiun yang Sama, Waktu yang Berulang
Suatu malam, hujan turun dengan derasnya. Lira menunggu bus terakhir, tapi entah mengapa langkah kakinya justru membawanya ke stasiun — tempat yang sudah ia hindari selama bertahun-tahun.
Ketika ia sampai di peron, jam digital di atas papan informasi menunjukkan 23:57.
Dan untuk pertama kalinya, ia melihatnya lagi.
Reno.
Berdiri di sana, mengenakan jaket yang sama seperti malam terakhir mereka bertemu. Rambutnya sedikit lebih panjang, matanya masih sama — teduh tapi menyimpan banyak rahasia.
Lira: “Ini… tidak mungkin.”
Reno: (tersenyum tipis) “Aku juga kaget kamu masih di sini.”
Lira: “Aku pikir kamu sudah—”
Reno: “Menghilang? Aku memang menghilang. Tapi tidak dari dunia ini.”
Lira menatapnya tanpa suara. Hujan turun makin deras, tapi seolah tak satu pun tetes menyentuh mereka.
3. Waktu yang Retak
Reno menjelaskan bahwa malam itu, tiga tahun lalu, ia tidak pernah benar-benar pergi. Ia terjebak dalam “putaran waktu” — sebuah lingkaran yang membuatnya hidup berulang di malam yang sama.
“Setiap kali jam menunjukkan 11:57 malam, dunia berhenti. Aku berjalan di antara waktu yang membeku, melihat semua orang diam, tapi kamu selalu bergerak,” katanya.
Lira tak percaya. “Kenapa aku?”
Reno menatap matanya lama. “Mungkin karena kamu alasan kenapa waktu berhenti.”
Hening menyelimuti mereka. Lira tahu ia seharusnya takut, tapi ada sesuatu dalam suara Reno yang membuatnya merasa aman — seperti pulang ke tempat yang telah lama hilang.
4. Kisah Sebelum Putaran
Dulu, sebelum semua ini, Lira dan Reno hanyalah dua orang biasa. Mereka bertemu di sebuah festival buku, sama-sama mencintai cerita dan dunia yang belum pernah mereka kunjungi. Reno bekerja sebagai ilustrator lepas, sementara Lira adalah penulis yang sedang mencoba memulai kariernya.
Mereka berbagi mimpi yang sama — menerbitkan sebuah karya bersama.
Namun, sebelum impian itu terwujud, kecelakaan terjadi.
Reno meninggal dalam perjalanan pulang dari kantor penerbit tempat mereka menyerahkan naskah pertama mereka. Tapi entah karena cinta, penyesalan, atau takdir, jiwanya tidak pernah benar-benar pergi. Waktu terbelah, dan sebagian dirinya terperangkap di malam itu — malam 11:57, waktu ketika hidupnya berakhir.
5. Percakapan di Antara Dua Dunia
Reno: “Aku mencoba keluar dari lingkaran ini berkali-kali. Tapi setiap kali aku melangkah ke menit ke-58, semuanya mengulang lagi.”
Lira: “Jadi kamu… hidup dalam malam yang sama selama tiga tahun?”
Reno: “Ya. Dan kamu, Lira, adalah satu-satunya yang bisa melihatku.”
Lira menggenggam tangannya. Aneh, tapi hangat. “Kalau aku bisa melihatmu, mungkin aku bisa menyelamatkanmu.”
Reno tersenyum getir. “Waktu tidak bisa diubah, Lira. Tapi mungkin… cinta bisa mengubah maknanya.”
6. Tiga Menit Untuk Selamanya
Setiap malam, selama tiga menit waktu berhenti, Lira dan Reno bertemu di tempat yang sama.
Kadang mereka duduk di bangku stasiun, kadang berjalan di lorong peron yang sunyi, berbicara tentang hal-hal sederhana: makanan favorit, film lama, atau sekadar diam mendengarkan hujan.
Malam demi malam, Lira mulai menyadari sesuatu.
Cinta itu tidak lagi menyakitkan. Ia menjadi semacam kedamaian.
Bukan cinta yang menuntut untuk dimiliki, tapi cinta yang membuat dua dunia yang berbeda bisa saling menyentuh.
Namun malam itu berbeda. Reno tampak lebih tenang dari biasanya.
Reno: “Lira, aku rasa waktuku hampir habis.”
Lira: “Apa maksudmu?”
Reno: “Setiap kali aku menemuimu, aku merasa hidup sedikit lebih lama. Tapi mungkin sekarang semesta mulai memanggilku pulang.”
Lira menggenggam tangannya lebih erat. “Tidak. Kamu tidak boleh pergi.”
Reno: “Aku tidak akan pergi sepenuhnya. Selama kamu masih mengingatku, aku akan tetap hidup di suatu tempat.”
7. Waktu Kembali Bergerak
Jam berdetik ke 23:58.
Hujan berhenti. Udara terasa berat. Dunia yang biasanya beku mulai berdenyut lagi.
Lira menatap Reno, mencoba menghafal setiap garis wajahnya. “Kalau aku menulis tentangmu, apakah kamu akan tetap ada?”
Reno tersenyum, menatap langit. “Tulislah. Buat aku hidup di setiap kata. Karena selama ada yang bercerita, tidak ada yang benar-benar hilang.”
Saat jam menunjukkan 23:59, cahaya terang menelan semuanya.
Dan ketika Lira membuka mata, ia sendirian di peron yang sunyi.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 00:01 untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
8. Epilog
Beberapa bulan kemudian, sebuah buku berjudul “Tiga Menit Untuk Selamanya” diterbitkan. Di halaman dedikasi tertulis:
Untuk seseorang yang tetap menepati janji, bahkan setelah waktu berhenti.
Buku itu menjadi populer, diterbitkan ulang, dan diulas oleh banyak media, termasuk salah satu platform digital besar tempat Lira bekerja sekarang — Gudang4D, yang menampilkan kisahnya dalam kolom “Cinta dan Waktu.”
Di sana, ia menulis:
“Mungkin cinta sejati tidak selalu berarti bersama.
Kadang, cinta adalah ketika seseorang menunggumu di antara detik yang berhenti — hanya untuk memastikan kamu baik-baik saja.”
Dan setiap kali jam menunjukkan 11:57 malam, Lira masih menatap langit dari jendela apartemennya.
Bukan untuk menunggu, tapi untuk berterima kasih — karena cinta, bahkan setelah kehilangan, masih memberinya alasan untuk hidup.