“Hujan di Tengah Kota Itu” — Sebuah Dialog Tentang Cinta yang Datang Terlambat

Narator:
Hujan turun lagi sore itu. Di tengah kota yang sibuk, dua orang asing berteduh di bawah kanopi toko buku kecil.
Satu memegang payung biru yang sudah rusak di ujungnya, satu lagi menatap trotoar dengan pandangan kosong.
Tidak ada yang menyangka, bahwa pertemuan singkat itu akan menjadi awal dari sesuatu yang tak bisa mereka pahami — cinta yang datang di waktu yang salah, tapi dengan perasaan yang benar.


ADEGAN 1 — PERTEMUAN

Rani: (menarik napas panjang)
Jakarta selalu begini ya. Macet, bising, dan entah kenapa… sendu.

Arka: (tersenyum samar)
Sendu itu datang dari dalam diri kita, bukan dari jalanan.

Rani:
Kamu sering ngomong filosofis begini ke orang asing?

Arka:
Nggak. Biasanya aku diam. Tapi entah kenapa, kamu kayak seseorang yang bisa mengerti diamku.

(hening sejenak, hanya suara hujan yang terdengar)

Rani:
Aku Rani.

Arka:
Arka.

(mereka saling tersenyum, lalu kembali menatap jalan yang basah)


ADEGAN 2 — KOPI PERTAMA

Narator:
Mereka bertemu lagi seminggu kemudian, di sebuah kafe kecil di Tebet.
Tidak sengaja — atau mungkin memang semesta sedang bersekongkol.

Rani:
Kamu suka kopi hitam tanpa gula?

Arka:
Iya. Pahit itu jujur, nggak seperti manusia.

Rani: (tertawa kecil)
Kamu baru kenal aku seminggu, udah berani ngomong begini?

Arka:
Kadang kita butuh waktu lama buat tahu seseorang. Tapi kadang, beberapa menit saja sudah cukup.

Rani:
Kamu selalu seaneh ini?

Arka:
Mungkin karena aku udah terlalu lama sendiri.

Rani:
Sendiri itu pilihan atau keadaan?

Arka:
Awalnya keadaan. Lama-lama jadi pilihan, biar nggak disakiti lagi.

(hening. Rani menatap cangkirnya lama)

Rani:
Aku juga pernah takut jatuh cinta lagi.

Arka:
Kenapa?

Rani:
Karena terakhir kali aku jatuh cinta, aku juga jatuh… kehilangan semuanya.


ADEGAN 3 — CERITA MASA LALU

Narator:
Waktu berjalan, dan mereka semakin sering bertemu.
Bukan karena janji, tapi karena rindu yang diam-diam tumbuh tanpa izin.

Suatu malam, mereka duduk di taman kota setelah hujan reda.

Rani:
Dulu aku punya seseorang. Namanya Bagas. Kami rencanakan banyak hal. Tapi dia pergi sebelum sempat bilang apa-apa.

Arka:
Meninggal?

Rani: (mengangguk pelan)
Kecelakaan. Lima tahun lalu. Aku pikir aku sudah sembuh, tapi ternyata tidak. Setiap kali hujan turun, aku merasa dia masih ada di sini.

(Rani menatap langit, matanya berkaca-kaca)

Arka:
Aku juga punya seseorang. Tapi dia nggak meninggal. Dia cuma berhenti mencintaiku. Dan itu, rasanya lebih menyakitkan daripada kematian.

Rani:
Lucu ya… dua orang patah yang ketemu di bawah langit yang sama.

Arka:
Mungkin semesta capek lihat kita berduka sendirian.


ADEGAN 4 — KETIKA CINTA TUMBUH DI ANTARA LUKA

Narator:
Hubungan mereka berjalan tanpa definisi. Tidak ada status, tidak ada janji, hanya kenyamanan yang tumbuh diam-diam.
Rani mulai tersenyum lagi. Arka mulai menulis lagi di jurnal yang lama kosong.
Tapi seperti biasa, kebahagiaan tidak pernah datang tanpa ujian.

Rani: (di kafe, suatu sore)
Kamu tahu, aku mulai takut lagi.

Arka:
Takut apa?

Rani:
Takut kehilangan kamu, sebelum sempat benar-benar mengenalmu.

Arka:
Kalau kamu takut kehilangan, berarti kamu mulai mencintai.

(hening. Rani memalingkan wajah)

Rani:
Kamu juga merasa yang sama?

Arka:
Aku nggak tahu. Tapi setiap kali kamu diam, aku jadi resah. Dan setiap kali kamu pergi, aku menghitung waktu sampai kamu kembali. Mungkin itu namanya cinta juga.

(mereka saling menatap lama, tapi tidak ada yang berani mengucap kata “cinta” secara langsung)


ADEGAN 5 — KEBENARAN YANG TAK TERHINDARKAN

Narator:
Suatu hari, masa lalu datang tanpa undangan.
Rani menerima pesan dari keluarga Bagas: mereka ingin bertemu untuk mengenang hari kepergian Bagas.
Ia bimbang — antara menghadiri kenangan atau menjaga perasaan yang baru tumbuh.

Rani:
Aku harus pergi, Ka. Aku harus menghadapi ini.

Arka:
Pergilah. Kadang untuk melangkah maju, kita harus menatap masa lalu sekali lagi.

Rani:
Kamu nggak marah?

Arka:
Marah buat apa? Aku cuma ingin kamu sembuh sepenuhnya. Kalau nanti kamu sadar bahwa yang kamu cari bukan aku… aku tetap akan bersyukur pernah jadi bagian dari proses penyembuhanmu.

(Rani meneteskan air mata, lalu memeluk Arka tanpa kata)


ADEGAN 6 — SETELAH HUJAN

Narator:
Dua bulan berlalu. Tidak ada kabar.
Arka tenggelam dalam pekerjaannya di agensi digital tempat ia bekerja — Gudang4D, sebuah perusahaan yang sibuk dengan kampanye kreatif, tapi di antara kesibukan itu, ia selalu menulis catatan kecil tentang Rani.

Sampai suatu malam, di tengah hujan deras, seseorang mengetuk pintu apartemennya.

Rani:
Aku kembali. Aku pikir aku mencari masa lalu, ternyata aku cuma mencari keberanian untuk mencintai lagi.

Arka:
Dan kamu menemukannya?

Rani: (tersenyum pelan)
Iya. Di matamu.

(Arka terdiam. Dunia terasa berhenti sebentar. Lalu ia menarik Rani ke dalam, dan untuk pertama kalinya, mereka tidak membicarakan masa lalu lagi.)


EPILOG — SUARA NARATOR

Cinta yang datang terlambat bukan berarti salah. Kadang cinta harus menunggu luka reda, menunggu waktu memberi izin.
Karena beberapa hati memang harus hancur dulu agar bisa mengenal bentuk cinta yang sebenarnya.

Dan di bawah hujan yang sama, dua hati yang dulu patah kini belajar berdetak dalam irama yang baru.
Mereka tahu — cinta kali ini tidak perlu janji, tidak perlu kepemilikan.
Cukup keberanian untuk tinggal dan rasa syukur karena akhirnya, semesta memberi kesempatan kedua.


on November 01, 2025 by pecinta handal |