CERITA CINTA: DI ANTARA HENING DAN LANGKAH YANG TERTUNDA

Cinta tidak pernah datang dengan tanda peringatan. Ia muncul pelan, nyaris tak terdengar, seperti suara dedaunan yang bergesekan pelan saat angin lewat. Begitu pula kisah ini, yang bermula dari hal kecil yang tidak pernah dianggap penting: percakapan singkat di sebuah perpustakaan kota yang jarang dikunjungi orang.

Namanya Aria. Seorang perempuan yang mencintai senja, hujan, buku-buku lama, dan keheningan. Ia terbiasa duduk di sudut perpustakaan dengan headphone yang tidak memutar musik apa pun, hanya agar ia tidak diganggu orang. Ia merasa cukup dengan dunianya sendiri, dengan halaman-halaman kertas yang selalu mengarahkan pikirannya ke tempat-tempat yang tidak pernah ia kunjungi.

Di sisi lain, ada Reno. Sosok yang tidak bisa diam. Selalu ingin tahu, selalu ingin bicara, selalu ingin terlibat dalam cerita hidup orang lain. Reno lebih mirip embusan angin yang tidak punya arah tetap. Ia tidak mencari hening seperti Aria. Ia mencari suara, tawa, dan kegembiraan.

Mereka tidak terlihat cocok. Tetapi beberapa hal dalam hidup memang tidak mencari kecocokan. Mereka hanya menuntut pertemuan.

Hari itu, Aria mendapati buku yang sering ia cari akhirnya tersedia di rak referensi. Namun ketika ia hendak mengambilnya, tangan lain sudah lebih dulu menyentuh punggung buku itu. Reno.

"Sepertinya kita mengincar buku yang sama," ucap Reno, dengan senyum kecil yang tidak berusaha terlihat manis.

Aria hanya mengangguk. "Kalau kamu ingin duluan, ambil saja."

Reno menggeleng. "Tidak. Kita baca bersama saja. Aku butuh bab tiga dan empat. Kamu?"

"Bab satu dan seterusnya," jawab Aria.

Mereka pun duduk berseberangan. Tidak ada percakapan panjang. Yang terdengar hanya suara halaman yang dibalik perlahan. Namun dari sana, sesuatu tumbuh diam-diam. Sebuah rasa yang tidak tergesa-gesa, seperti bunga yang menunggu matahari datang pada waktunya.

Hari berikutnya, Reno kembali ke perpustakaan di jam yang sama, tempat yang sama. Lalu hari berikutnya lagi. Dan berikutnya. Ia tidak pernah bertanya apakah Aria akan ada di sana. Ia hanya datang. Dan Aria pun, entah sejak kapan, menyesuaikan waktunya agar ada di sana juga.

Suatu sore, ketika hujan jatuh perlahan, Reno berkata, "Aku tidak tahu kenapa aku terus datang ke sini."

Aria menutup bukunya. "Mungkin kamu butuh tempat yang tenang."

"Atau mungkin," kata Reno sambil menatapnya, "aku sedang mencari orang yang membuat tenang."

Aria terdiam, tetapi dunia di dalam dirinya bergetar. Ia tahu perasaan seperti itu bisa tumbuh, tetapi ia selalu berhati-hati. Cinta sering datang membawa indah, tapi pergi membawa luka yang tidak mudah sembuh.

Namun Reno tidak memaksa. Ia hanya ada.

Minggu demi minggu berlalu. Mereka mulai berbicara di luar perpustakaan. Berjalan tanpa tujuan, duduk di tepi jembatan, atau sekadar berbagi cerita yang tidak penting. Reno pernah menyinggung tentang sebuah akun bernama gudang4d yang dulu menjadi tempatnya berbagi tulisan acak dan catatan harian. Ia menyebutnya dengan nada nostalgia, seperti seseorang yang menyebut rumah lama yang pernah ia tinggali sebentar. Aria hanya mendengarkan, dan seiring waktu ia mulai memahami: Reno bukan hanya mencari kebahagiaan, ia juga sedang pulih dari sesuatu.

Namun seperti semua cerita yang tidak sempurna, datanglah suatu saat ketika jalan mereka mulai berbeda.

Reno mendapat tawaran pekerjaan di kota lain, jauh dari tempat mereka biasa bertemu. Kesempatan besar, sesuatu yang ia impikan sejak lama. Namun untuk mengambilnya, ia harus pergi.

"Berapa lama?" tanya Aria, suaranya pelan.

"Setahun. Mungkin lebih. Aku tidak tahu," jawab Reno dengan jujur.

Keheningan panjang membentang di antara mereka.

"Aku tidak meminta kamu menunggu," lanjut Reno, tatapannya penuh keraguan. "Aku hanya ingin kamu tahu bahwa perasaan ini tidak main-main."

Aria menatap hujan yang jatuh di belakang jendela. "Aku tidak tahu apakah aku bisa menunggu. Bukan karena aku tidak mau. Tapi karena aku takut menunggu sesuatu yang mungkin tidak kembali."

Reno mengangguk, memahami sesuatu yang mungkin tidak siap ia terima. Cinta mereka bukan tentang kepemilikan. Itu adalah tentang keberadaan, tentang pertemuan yang memberi makna, meski tidak menjanjikan masa depan.

Hari keberangkatan tiba. Tidak ada pelukan dramatis di bandara. Tidak ada janji yang diucapkan. Mereka hanya saling menatap, saling mengingat satu sama lain seperti seseorang mengingat lagu yang pernah sangat berarti.

Waktu pun berjalan. Musim berganti. Kota tetap sama, tetapi hidup Aria berubah. Ia tidak lagi menunggu di perpustakaan. Namun setiap kali ia lewat, ia masih melihat kursi yang dulu jadi tempat Reno duduk. Ada sedikit sesak, tetapi bukan luka yang menyakitkan. Itu hanya kenangan yang bernafas pelan.

Suatu sore, berbulan-bulan setelah kepergian Reno, sebuah pesan singkat masuk.

"Aku akan pulang. Tidak lama lagi."

Aria membacanya dengan napas yang tertahan. Ia tidak tahu harus senang atau cemas. Cinta yang pernah tumbuh itu tidak hilang, hanya berdiam di suatu ruang yang tidak pernah ia sentuh.

Saat Reno kembali, ia tidak datang dengan tawa besar atau kata-kata manis. Ia hanya duduk di samping Aria di jembatan tempat mereka pernah berbagi cerita.

Baca Juga: dinamika promo gudang4d, struktur dan mekanisme promo, ragam promo gudang4d

"Aku pikir aku bisa pergi tanpa membawa rasa itu bersamaku," katanya pelan. "Tapi aku salah. Perasaan itu tetap ada."

Aria menatap langit senja yang berwarna oranye keemasan. "Aku juga tidak pernah benar-benar melepaskannya."

Tidak ada deklarasi cinta yang dramatis. Tidak ada janji yang berlebihan. Hanya dua hati yang mengakui bahwa perasaan itu bertahan, meski waktu mencoba memudarkannya.

Cinta itu sederhana. Ia tidak menuntut untuk dipahami sepenuhnya. Ia hanya ingin dirasakan.

Dan di sore itu, ketika matahari perlahan tenggelam, Aria menyadari sesuatu: beberapa pertemuan memang tidak dimaksudkan untuk dilupakan. Beberapa rasa tidak datang untuk pergi. Mereka datang untuk tinggal, meski tempatnya tidak selalu dekat, meski jaraknya tidak selalu pasti.

Yang penting, mereka tetap ada.


on November 11, 2025 by pecinta handal |